Bisnis.com, JAKARTA - Susi Pudjiastuti kerap mem-briefing anak buahnya di ruang rapat Menteri Kelautan dan Perikanan lantai 7 gedung Mina Bahari I. Dari ruang itulah keputusan-keputusan penting—dan terkadang kontroversial—ihwal dunia maritim Indonesia dibuat.
Asep Burhanudin, selaku Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah salah satu yang sering mendapat instuksi. Namun, pada Selasa (6/10), dia mendapat perintah yang tidak biasa. Disebut tidak biasa karena sebenarnya saat itu ruangan dipakai untuk konferensi pers alias terbuka buat umum. Namun, Susi langsung saja memberi perintah berat yaitu menenggelamkan kapal.
“Kita coba Pak Asep kapal yang ada sekarang 16 itu. Jadi langsung saja kita buat proses segera untuk penenggelaman tanpa melalui proses pengadilan,” perintah Susi. Asep tampaknya tidak menduga akan mendapat perintah itu. Sempat muncul dialog singkat dengan sang bos. “Bagaimana dengan kapal yang sudah diamankan di dermaga? Kita harus buat pelaporan dulu Bu,” ujarnya.
“Enggak juga Pak. Enggak perlu melapor. Kita belum kasih pelaporan kepada pengadilan. Kapal masih dalam penyelidikan kita dan sudah bersalah. Coba saja exercise Pak untuk penenggelaman,” timpal Susi. Asep, yang merupakan purnawirawan laksamana muda ini pun menjawab sigap, “Siap Bu!”.
Susi sejak jauh-jauh hari secara terbuka menginginkan penenggelaman kapal pencuri ikan dengan segera. Dia percaya diri karena bermodalkan izin UU No. 45/2009 tentang Perikanan. Beleid itu membolehkan kapal asing yang memasuki perairan Indonesia ditenggelamkan.
Modal kedua adalah keputusan Pengadilan Negeri Sabang sehari sebelumnya. Majelis hakim mementahkan permohonan praperadilan Kapal Motor Silver Sea 2 yang ditangkap KRI Teuku Umar, pada 12 Agustus 2015. Namun, tidak ada dukungan paling penting selain dari sang bos, Presiden Joko Widodo.
Pada saat sidang pengadilan Silver Sea 2, Susi bertemu dengan Jokowi. Orang nomor satu di Indonesia itu memberi restu rencana penenggelaman kapal. Persoalan penenggelaman kapal selama ini memang berbelit-belit dan bahkan merugikan keuangan negara. Aparat hukum seperti Polri, Badan Keamanan Laut, dan TNI AL enggan menggunakan adanya klausul penenggelaman kapal.
Asep memang mengakui masih ada silang pendapat antara KKP, TNI AL, dan kepolisian. Padahal ketiga institusi itulah penegak kawasan perairan Indonesia.
Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Laut (Asops KSAL) Laksamana Muda TNI Arie Soedewo berujar para prajuritnya selama ini masih berpijak kepada proses hukum untuk mencari alat bukti sehingga tidak mungkin menghancurkan kapal begitu saja. “Penegak hukum itu penyelidik, penyidik, dan penuntut kan beda insitusi. Jadi kita tidak bisa main putus langsung,” ujarnya, Jumat (2/10).
TNI SIAP
Namun, empat hari berselang atau sehari setelah perayaan Ulang Tahun ke-70 TNI, terjadi sedikit perubahan sikap di tubuh institusi itu. Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI Taufiq mengatakan, pelaut TNI AL kini siap menerima perintah penenggelaman kapal tanpa pengadilan.
Pijakannya adalah peraturan pelarangan operasi kapal asing ke perairan Indonesia dan moratorium kapal asing. “Sebagai kekuatan militer memang ada satu aturan bahwa apa yang kita lakukan di lapangan terkaitan dengan kebijakan yang di atas. Ketika tadi dikatakan Ibu tidak usah pengadilan lagi ya tidak usah,” katanya yang turut hadir dalam konferensi pers tersebut.
Dia mengatakan selama ini TNI AL dan pasukan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam sudah bekerja sama untuk mengamankan Selat Malaka dan Laut China Selatan di sekitar Pulau Natuna dari aktivitas bajak laut.
“Saya nyatakan wilayah barat aman dan silahkan kapal niaga melakukan kegiatan pelayaran. Keamanan ini menjadi kredibilitas Indonesia menjaga perairannya,” ujarnya.Semestinya, imbuh dia, kerja sama serupa juga berlangsung di bidang pemberantasan pencurian ikan. Selama ini TNI AL segan menindak karena mempertimbangkan hubungan dengan negara lain.
Namun, setelah mendapat perintah dari Susi, dia semakin yakin untuk melakukan tindakan tegas terhadap kapal, termasuk bila harus menenggelamkan di tengah laut. “Secara hukum internasional mereka itu yang tidak benar. Jadi tidak usah ragu-ragu lagi. Kami siap menenggelamkan.”
Sebelum 2 April 2015, sinyalmen pembiaran negara atas pencurian ikan memang ada benarnya. Dahulu, pemerintah sebuah negara tidak bertanggung jawab terhadap kapal yang menggunakan bendera negaranya. Tidak mengherankan bila kapal motor Hai Fa yang dimiliki pengusaha China malah menggunakan berbendera Panama.
Deputi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Arif Havas Oegroseno mengatakan sejak 2 April 2015 prinsip itu sudah kadaluarsa.
Mahkamah Hukum Laut Internasional di Hamburg Jerman memutuskan, antara pemerintah dan kapal pembawa bendera saling terkait. “Jadi kami akan kirim surat permintaan kepada Panama. Mereka harus melakukan due diligence . Kalau tidak kami akan tuntut ganti rugi.”
Dengan kesiapan TNI AL dan hukum internasional, Susi pun semakin yakin kebijakan penenggelaman akan memberi efek penggentar atau deterrent effect kepada kriminal dari negara lain. Mari kita tunggu minggu depan.