Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat keyakinan konsumen terjerembab ke level pesimistis.
Dalam hasil survei konsumen yang dirilis Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada September 2015 tercatat menembus level 100, yakni 97,5, lebih rendah dari capaian bulan sebelumnya 112,6. Capaian IKK itu merupakan level terendah dalam lima tahun terakhir.
“Tingkat keyakinan konsumen berada pada level pesimis dan merupakan IKK terendah selama lima tahun terakhir,” tulis Bank Indonesia dalam laporan hasil surveinya yang dikutip Bisnis, Minggu (4/10/2015).
Melemahnya keyakinan konsumen, masih dalam laporan itu, didorong oleh penurunan kedua indeks pembentuknya, yakni Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang tercatat turun 13,4 poin menjadi 87,8 dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang juga tercatat turun 16,8 poin menjadi 107,2.
Untuk IKE, penurunan terbesar diakibatkan masih dalam tergerusnya ketersedian lapangan kerja saat ini yang tercatat turun 16,4 poin. Selanjutnya, indeks penghasilan saat ini dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama, masing-masing mencatatkan penurunan 13,5 poin dan 10,4 poin.
Sementara itu, walaupun IEK masih dalam level optimistis, indeks ekspektasi ketersedian lapangan kerja 6 bulan mendatang – yang menjadi salah satu pembentuk IEK – masih di level pesimistis karena tercatat turun 21,6 poin dari bulan sebelumnya menjadi 85,7.
Perkiraan masih berlanjutnya perlambatan ekonomi nasional serta terjadinya pemutusan hubungan kerja di beberapa wilayah di Indonesia menjadi faktor utama yang mendorong pesimisme responden terhadap ketersediaan lapangan kerja di masa mendatang.
Sejalan dengan penurunan ekspektasi ketersedian lapanga kerja, indeks ekspektasi penghasilan dan indeks ekspektasi kegiatan usaha juga masing-masing trurun 14,6 poin dan 14,4 poin.
Dimintai tanggapan, Kepala Ekonom PT BII Tbk. Juniman berujar kondisi IKK yang sudah anjlok ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah karena penurunan tidak hanya terjadi pada keyakinan saat ini, tapi juga ekspektasi beberapa bulan ke depan.
Kondisi ini, sambungnya, akan berpengaruh besar pada upaya akselerasi laju produk domestik bruto (PDB).
“Dan efek selanjutnya kalau itu tidak hati-hati akan membuat konsumen frustrasi. Ini jangan sampai ke arah sana. Ini jadi warning pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya,” katanya.
Akumulasi buruknya keyakinan kondisi terkini dan ekspektasi, sambungnya, menunjukkan pemulihan ekonomi akan sangat berat dicapai dalam jangka dekat. Kondisi ini dikarenakan konsumsi yang selama ini menyumbang lebih dari 55% dari total PDB Indonesia.
Terjerembabnya IKK dan masih ada tekanan ekspektasi tingginya harga dalam indeks ekspektasi harga (IEH) tiga bulan mendatang sebesar 164,5 menguatkan sinyal rentannya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Menurut Juniman, hingga akhir tahun, risiko pertumbuhan konsumsi rumah tangga di bawah 5% sangat besar.
Hasil survei BI tersebut, lanjut Juniman, sekaligus mengonfirmasi faktor penurunan daya beli masyarakat yang mendominasi capaian deflasi September 0,05%.
Menurutnya, rendahnya tingkat inflasi tahun ini bukan sepenuhnya sebagai prestasi pemerintah dalam mengendalikan harga barang karena pada saat yang bersamaan ada masalah di sisi demand.
Dengan asumsi tidak akan ada penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga akhir tahun, inflasi diproyeksi berada di level 4,12%.
Kendati mengakui ada faktor pelemahan daya beli masyarakat, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro hingga saat ini menyatakan rendahnya tingkat inflasi lebih besar merupakan hasil dari upaya pemerintah mengendalikannya terutama dari sisi penjagaan harga kebutuhan pokok.
Pihaknya masih optimistis tahun ini maksimum mencapai 4% dari asumsi dalam APBNP 2015 sebesar 5%.