Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan akan mengajukan tujuh pelabuhan dari 12 pelabuhan yang dianggap layak untuk diubah statusnya menjadi Badan Layanan Umum (BLU) ke Kementerian Keuangan.
Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub Tonny Budiono menargetkan pengajuan ke Kementerian Keuangan itu pada Oktober 2015 atau paling lambat November 2015.
Tujuh dari 12 Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) yang diusulkan menjadi BLU, antara lain Tanjung Laut, Tanjung Redep, Bau-bau, Tanah Grogot, Sebuku, Brondong, dan Tarempa.
Adapun sisanya seperti Pelabuhan Anggrek, Luwuk, Tulehu, Tual, dan Nabire akan melihat perkembangannya untuk diajukan menjadi BLU. "Finalisasi dari Kementerian Keuangan mana yang layak dari segi bisnis, administrasi dan segala macam," katanya, Selasa (22/9/2015).
Perubahan skema pengoperasian yang semula akan diserahkan ke swasta dan BUMN, paparnya, akan sepenuhnya dikelola Kemenhub untuk mengoptimalkan sisi pelayanan pelabuhan. Pemilihan kelayakan pelabuhan menjadi BLU berdasarkan working ratio dan operating ratio.
Dari 12 pelabuhan yang telah dikaji selama dua bulan terakhir oleh Kemenhub, dua pelabuhan memperoleh predikat debagai UPP pilihan terbaik yaitu Pelabuhan Tanjung Laut dan Pelabuhan Tanjung Redep.
Keduanya memiliki kapasitas bisnis, organisasi, dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai untuk dikembangkan.
Kedua pelabuhan yang berlokasi di Kalimantan Timur masing-masing di Kutai dan Berau itu selama ini telah mendukung aktivitas logistik dan perdagangan seperti pertambangan batu bara dan hasil perkebunan.
"Pengajuan pelabuhan diluar itu untuk jadi BLU tergantung pendapatan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kita lihat trennya dan dilihat dari rasionya. Kalau baik akan berkembang lagi [jumlah pelabuhan BLU]," jelasnya.
Peningkatan status pelabuhan di bawah Kemenhub itu diharapkan dapat mennghasilkan PNBP hingga Rp5,4 triliun/tahun. Lebih lanjut, Tonny berharap pelabuhan yang akan memiliki status BLU dapat meningkatkan kemampuan pada layanan umum, berorientasi non-profit dan mampu mandiri, serta berkelanjutan dengan tarif yang terjangkau.
"Berbeda dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang harus menyetorkan pendapatannya kepada negara dan menunggu anggaran tahun depan," ujarnya.