Bisnis.com, BANDUNG - Surat edaran Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM agar Gubernur mencabut izin usaha pertambangan (IUP) non-CNC belum menuai hasil.
Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono mengatakan meski tenggat waktu penertiban dan penyerahan data IUP non-CNC dari provinsi pada pihaknya sudah ditetapkan hingga Oktober 2015 ini hasilnya ternyata masih nihil.
"Respon daerah belum ada, kita tunggu sampai Oktober," katanya seusai mengikuti rapat monitoring dan evaluasi Gerakan Nasional Penyelematan Sumber Daya Alam (GNSDA) tingkat Provinsi Jawa Barat, Kamis (17/9/2015).
Menurutnya, data saat ini masih belum bergerak dari hasil rekapitulasi pihaknya per 2014 lalu dimana dari 10.922 IUP di Indonesia, 6.042 sudah berstatus clean and clear (CNC) sementara 4.880 sisanya masih non-CNC. "Masih 4.000-an yang non-CNC tapi belum ada satu pun yang melaporkan," ujarnya.
Bambang menilai pihaknya belum menemukan kemungkinan daerah melaporkan penertiban pada menit-menit akhir karena proses verifikasi yang dilakukan provinsi menunggu pasokan data dari kabupaten/kota. Karena itu, kesegeraan bupati/wali kota menyerahkan dokumen IUP pada gubernur menjadi penentu.
Jika daerah pada Oktober mendatang tidak juga menyerahkan data, Dirjen Minerba tetap akan meneruskan laporan apa adanya pada Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, soal sanksi akan dibahas setelah data tersebut dilaporkan ke presiden. "Nanti keputusannya akan dilaporkan ke presiden," ujarnya.
Persoalan penertiban tambang non-CNC juga menurutnya menghadapi persoalan akibat deskripsi yang tidak jelas dalam UU No.32/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang tidak mencantumkan fungsi pengawasan kegiatan tambang dilakukan Pusat.
"Dalam UU itu, Pemprov hanya mengeluarkan izin. Ini belum [soal] permasalahan di lapangan yang lebih complicated lagi. Minta ke bupati sudah tidak punya wewenang. Kami yang tidak punya Kanwil harus punya kanwil lagi, jadi ini mundur," katanya.
Bambang mengaku pihaknya sudah mengkonsultasikan persoalan UU ini dengan Kementerian Dalam Negeri. Namun setelah tiga kali konsultasi belum ada titik temu.
"Harus ada pembicaraan lagi dengan Mendagri nanti. Banyak yang tidak praktis dalam UU 32 itu, terjemahannya bagaimana," ujarnya.