Bisnis.com, JAKARTA- Pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral China pada 26 Agustus,nampaknya telah meredam kepanikan di pasar Asia dan Asia Tenggara yang mengkhawatirkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara terbesar kedua dunia tersebut, sehingga bisa mengancam tingkat pertumbuhan mitra dagang.
“Mayoritas mata uang negara Asean , termasuk rupiah, menjadi agak stabil dengan adanya pemotongan suku bunga tersebut. Rupiah bahkan terlihat mengalami sedikit pemulihan. dimana USDISR turun ke level 13990.42 pada 27 Agustus dari 14256.48 di hari sebelumnya. Ini mengindikasikan adanya perbaikan sentimen terhadap Indonesia,” ujar Jameel Ahmad, Kepala Analis Pasar FXTM, Jumat (11/9/2015).
Dia melanjutkan, hal itu berarti fundamental akan tetap menjadi ancaman terhadap mata uang tersebut. Pengamatan lebih dekat terhadap situasi makro ekonomi Indonesia memperlihatkan tingkat PDB yang terus menurun, dari 6,2% pada 2010 ke 5,0% (2014) dan 4,7% di semesterI/2015.
“Stimulus ekonomi yang menyasar sektor manufaktur dapat menolong kondisi ekonomi makro untuk pulih dari kejatuhan,” ujarnya.
Menurutnya, faktor fundamental lainnya turut membayangi, misalnya lapangan kerja yang bertumbuh hanya 12,6%, lebih lambat daripada yang diharapkan dan juga tingkat inflasi di 7,2% lebih tinggi daripada ekspektasi.
Namun yang menjadi kunci perlemahan adalah sektor manufaktur yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,1% tahun ini, dibandingkan dengan yang diharapkan 6,8%.
“Sektor manufaktur dipandang sebagai kekuatan baru dalam perekonomian Indonesia, yang dapat mengimbangi potensi tekanan dan penurunan perekonomian akibat jatuhnya harga-harga komoditas. Bank Dunia berpendapat bahwa Indonesia dapat menciptakan jutaan lapangan pekerjaan di sektor tersebut dengan membidik pasar regional yang lebih luas,” imbuhya.
Menurut World Bank, pada 2020 Indonesia memiliki potensi untuk menciptakan 2,5 juta lapangan kerja. Kini saat paket stimulus sudah tampak di permukaan, nasib rupiah dan perekonomian Indonesia bergantung pada keseimbangan.
Data ekonomi lokal dan regional di kuartal keempat 2015 tentunya akan memberikan petunjuk ke mana perekonomian akan bergerak, dan juga sangat penting untuk melihat arah yang akan diambil Bank Sentral AS.
“Bagaimanapun, dalam jangka pendek, yang masuk akal adalah mengharapkan tantangan terhadap rupiah untuk membaik, dengan kondisi perekonomian menghadapi tekanan akibat jatuhnya harga-harga komoditas,” pungkasnya.