Bisnis.com, JAKARTA—Meski Indonesia memiliki ketahanan yang cukup baik dalam menghadapi krisis ekonomi yang dipicu pelemahan ekonomi global saat ini, namun intervensi pemerintah dalam pemerataan kesejahteraan tetap dibutuhkan.
Demikian disimpulkan dalam diskusi bertema “Daya Tahan Ekonomi Indonesia” yang menghadirkan nara sumber Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Dirut Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio, Dirut Bank Mandiri Budi Gunawan Sadikin serta Ketua HIPMI Bahlil Lahaladia. Acara itu diselenggarakan oleh Relawan Merah Putih dan diikuti para ketua ormas kepemudaan, pengusaha dan kalangan akademisi.
Menurut Menkeu Bambang Brodjonegoro, pemerintah terus menyiapkan sejumlah kebijakan demi mempertahankan laju ekonomi tetap membaik di tengah situasi krisis ekonomi global. Dia mengakui salah satu persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah gap kesejahteraan antara kelompok masyarakat.
Menurutnya, untuk pemerataan kesejahteraan, pemerintah harus melakukan intervensi lewat Bantuan Tunai Bersyarat. Namun demikian, dia menyatakan bantuan itu tidak sama dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) seperti selama ini. Program tersebut, ujarnya, mengacu pada Brasil yang berhasil menurunkan koefisien pemerataan 0,05 poin lewat program sejenis.
"Kita akan terapkan ke enam juta rumah tangga miskin di Indonesia. Satu keluarga sangat miskin akan menerima Rp150 ribu per bulan, misalnya,” ujarnya. Namun demikian Bambang menegaskan ada syaratnya.
Bambang mencontohkan kalau satu keluarga punya satu anak maka dipastikan anaknya sekolah dengan bantuan itu. Sedangkan kalau ada ibu hamil maka si ibu harus periksa ke Puskesmas secara teratur, ujar Menkeu.
Sedangkan strategi pemerataan kesejahteraan lainnya adalah penyediaan infrastruktur dengan kebijakan fisik minimum.
“Ke depan, Pemerintah akan mendorong pembangunan fasilitas umum di seluruh Indonesia sehingga bisa memenuhi layanan publik,” ujar Bambang.
Dirut BEI Tito Sulistio menambahkan ketahanan ekonomi Indonesia sebenarnya tidak bermasalah. Namun yang menjadi masalah justru karena semua merasa 'kebingungan' akibat tidak adanya strategi pembangunan nasional.
"Sejak dihapuskannya GBHN, ini awal mula masalah. Di GBHN, ada strategi ekonomi dan pertahanan. Dulu itu dibikin. Sekarang setelah dihapus, tak pernah dibikin. Kita tak tahu negara mau dibawa kemana," kata Tito.
Sementara itu Ketua Umum Relawan Merah Putih, Maruarar Sirait menyatakan mendukung langkah pemerintah. Namun, dia hanya mengingatkan agar pemerintah bisa memperkuat pengawasannya seperti terkait Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang harus mendapat pengawasan ketat.
"Jangan sampai nanti non performing loan perbankan naik, yang disalahkan KUR-nya. Penting juga untuk memastikan tidak ada permainan," tegas Ara, sapaan akrab Maruarar.