Bisnis.com, JAKARTA – Setelah tumbuh tipis 0,04% pada akhir Juli lalu, realisasi penerimaan pajak (termasuk PPh migas) hingga akhir Agustus 2015 kembali terkontraksi sekitar 2,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan hingga akhir Agustus – pasca momentum Idul Fitri dan Lebaran – penerimaan pajak mencapai Rp592,5 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu Rp606 triliun.
“Totalnya Rp592,5 triliun, PPh nonmigasnya Rp320 triliun, PPN-nya Rp231 triliun," paparnya ssingkat saat ditemui di kawasan DPR.
Tanpa menjelaskan lebih lanjut analisis penyebab terkontraksinya penerimaan tersebut, Sigit menyatakan pemerintah masih optimistis akan mencapai shortfall – selisih antara realisasi dengan target – sekitar Rp120 triliun. Pasalnya, outlook realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun masih berada di level Rp1.179 triliun dari target dalam APBNP 2015 senilai Rp1.294,3 triliun.
Ditemui Bisnis beberapa waktu sebelumnya, pihaknya mengaku angka tersebut sudah sangat maksimal untuk dicapai tahun ini. Bahkan, outlook shortfall berpotensi melebar sejalan dengan perlambatan ekonomi nasional.
Adapun, hingga saat ini Ditjen Pajak masih bertumpu pada program reinventing policy yang berlangsung hingga akhir tahun ini untuk mengejar akselerasi pemasukan kas dari pajak. Pasalnya, beberapa imbuan kepada para wajib pajak (WP) sudah dikirim.
Selain itu, DJP juga akan mengintensifkan tindakan paksa badan (gijzeling) bagi para WP yang tidak segera melunasi tunggakan pajaknya. Menurut Sigit, langkah ini terbukti ampuh karena 99% WP yang kena gijzeling langsung melakukan pembayaran pajak terutang.
“Ya bisa kurang bisa lebih, tapi kita upayakan dahulu,” katanya.
Dengan capaian akhir Agustus yang baru sekitar 45% dari target, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat upaya pemerintah untuk mengejarshortfall Rp120 triliun sudah terlalu berat.
Menurutnya, jika akhir September nanti penerimaan pajak tidak bisa berada di atas 55% dari target, penerimaan hingga akhir tahun tidak akan bisa di atas 80%. Hasil hitungannya, apabila tidak terjadi tren yang luar biasa outlook hanya mencapai 78%-80%.
“Jadi criticalnya di September atau kuartal III karena kuartal IV praktis tinggal harapkan pajak dari belanja pemerintah,” tegasnya.
Melihat realita tersebut, Prastowo mengimbau agar pemerintah segera memitigasi pelebaran defisit anggaran di tengah keinginan Presiden Joko Widodo menggenjot belanja pemerintah.