Bisnis.com, JAKARTA Kementerian Pertanian (Kementan) harus segera mengambil inisiatif penetapan kebijakan jangka panjang dalam mengatur harga dan tata niaga daging ayam di pasar.
Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Unggas) Singgih Januratmoko mengatakan harga daging ayam masih sangat rentan dan dalam kondisi tertentu mudah tergerus hingga ke bawah harga pokok pembelian (HPP).
"Sudah 3-4 hari terakhir harga daging ayam per kilonya sudah kembali di bawah HPP. Di Pulau Jawa itu rata-rata Rp16.000 harganya. Kami tunggu kebijakan pemerintah untuk segera mengatur supply dan demand, juga tata niaganya," kata Singgih saat dihubungiBisnis,Selasa (1/9/2015).
Singgih menjelaskan dalam mengurusi stabilitas harga unggas, pemerintah sebaiknya segera mempercepat perhitungan jumlah untuk disesuaikan dengan permintaan dan produksinya. Suplai unggas yang berlebih, katanya, kian membuat peternak kecil menderita karena harga daging yang di bawah HPP.
Sejumlah pelaku perunggasan dan Mentan Amran Sulaiman bahkan sebelumnya menyepakati untuk membentuk tim khusus beranggotakan 4-5 orang sebagai pusat komunikasi, sehingga kebijakan dan praktik di lapangan dapat disesuaikan.
Tadi sudah kami sampaikan pada Pak Dirjen [Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Muladno] tentang pembentukan tim. Kalau peternak itu pada dasarnya tidak perlu harga tinggi, yang penting tidak rugi, jelas Singgih.
Singgih mengatakan harga daging ayam yang kembali di bawah HPP memang sudah diduga sebelumnya. Memang, harga ayam beberapa waktu lalu melambung bahkan menyentuh Rp40.000 per kilogram, karena peternak tidak memasok ayam usia sehari (day old chicks/DOC)pada saat lebaran.
Situasi tersebut mengakibatkan jumlah ayam yang dipasarkan pun tak sebanyak biasanya. Apalagi, pedagang daging sapi sempat mogok sehingga konsumen beralih membeli daging ayam. Akibatnya, peternak sempat mengalami penjualan saat harga ayam bagus, sekitar Rp20.000--Rp21.000 per kilogramnya.
Menyikapi tingginya jumlah pasokan DOC, Dirjen Peternakan Muladno beberapa waktu lalu memutuskan untuk melakukan perhitungan pada sejumlah perusahaan besar yang memproduksi DOC.
Nah ini sekarang kita hitung, jadi nanti ke depan kita tahu berapa yang harus diproduksi, disesuaikan dengan kebutuhan. Yang paling mungkin [kebijakan yang diambil] itu ya memang menyetop impor GPS [grand parent stock, yang melahirkan induk ayam], tegas Muladno.
Muladno menyampaikan saat ini pasokanunggasberlebih hingga 30%, dengan pasokan ayam broiler nasional mencapai 64 juta ekor per minggu. Padahal, daya serap pasar per minggu hanya 47 juta ekor.
Hal tersebut, secara langsung menggerus harga DOC di tingkat peternak hingga ke bawah HPP. Pinsar memprediksi jika situasi ini dibiarkan, produksi broiler nasional pada 2016 dapat mencapai 90 juta ekor per minggu.
Dia menjelaskan saat ini seluruh perusahaan telah menyerahkan hasil perhitungan produksi mereka selama lima tahun terakhir, dan hasilnya tengah diverifikasi oleh sebuah lembaga audit independen.
Singgih mengatakan peternak kecil berharap perhitungan tersebut segera selesai. Tapi kan butuh waktu lama. Sebaiknya pemerintah terlebih dahulu imbau perusahaan besar untuk kurangi produksinya, kata Singgih.