Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan & Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) meminta pemerintah segera memberantas dugaan praktik mafia perizinan di industri perumahan.
Ketua Umum Apersi Eddy Ganefo mengatakan proses perizinan lahan, termasuk sertifikasi lahan terbilang lama dan mahal. Dia menyebut, proses perizinan yang lambat menyebabkan biaya ekonomi tinggi. "Biaya perizinan ini bisa 10 sepuluh kali lipat dari harga resmi, ini gila, " ujarnya, Minggu (30/8/2015).
Dia mencontohkan biaya pemecahan sertifikat tanah bisa mencapai Rp1,2 juta. Padahal biaya resmi yang berlaku hanya Rp300.000. Hal ini, menurutnya, dialami para pengembang di lapangan.
Menurut Eddy, proses perizinan yang memakan waktu hingga separuh tahun tersebut juga menyebabkan biaya produksi pembangunan unit naik 5%. Alhasil, harga rumah di tingkat konsumen juga mengalami kenaikan.
Eddy meminta proses perizinan seperti sertifikasi tanah dibuat secara transaparan dengan menggunakan teknologi. "Coba buat [sertifikasi] online dan pembayarannya setor ke bank," ucapnya.
Di samping perizinan, Apersi juga berharap pemerintah memberikan subsidi kredit konstruksi bagi pengembang yang fokus membangun hunian rumah rakyat.
Eddy yakin jika biaya perizinan bisa ditekan dan bunga kredit konstruksi bisa turun ke level 10%, biaya produksi pembangunan rumah bisa turun hingga 20%.
Eddy menyebut tingkat bunga pasar kredit konstruksi mencapai 14%-15% saat ini cukup memberatkan pengembang. Dia mengimbuhkan jika biaya produksi hunian bisa ditekan, jumlah pasokan bisa digenjot.