Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Koridor Penggunaan DAK Dikunci. Penyerapan Di bawah 75% Kena Sanksi

Sejalan dengan diperbesarnya kucuran dana alokasi khusus serta diberikannya diskresi penentuan prioritas pembangunan daerah tahun depan, pemerintah pusat mematok cakupan penggunaan dana tersebut agar tetap dalam koridor prioritas pembangunan nasional.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Sejalan dengan diperbesarnya kucuran dana alokasi khusus serta diberikannya diskresi penentuan prioritas pembangunan daerah tahun depan, pemerintah pusat mematok cakupan penggunaan dana tersebut agar tetap dalam koridor prioritas pembangunan nasional.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan adanya cakupan kegiatan yang bisa didanai dengan dana alokasi khusus (DAK) dalam RAPBN 2016 itu diberlakukan sebagai ‘menu’ bagi pemerintah daerah dalam mengusulkan proposal atau usulan daerah.

“Kebijakan itulah yang membedakan secara fundamental kebijakan DAK 2016 mengalami perubahan yang sangat revolusioner dari kebijakan DAK selama ini yang didasarkan pada pendekatan top-down menjadi proposal based,” ujarnya.

Selama ini, dana perimbangan terdiri atas tiga komponen, yakni dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan DAK.

Tahun depan, dana perimbangan diubah menjadi dua komponen utama yakni dana transfer umum (DTU /general purpose grant) dan dana transfer khusus (DTK/spesific purpose grant).

DTU terdiri atas DBH dan DAU, sedangkan DTK terdiri atas DAK fisik dan DAK nonfisik. Selama ini tidak ada ketentuan koridor DAK dalam UU APBN. Hanya DAK tambahan yang dipatok koridornya sebagai kebijakan afirmasi kepada kabupaten/kota daerah tertinggal dan perbatasan.

Tahun depan, DAK fisik senilai Rp91,8 triliun dipatok mencakup DAK regular, DAK infrastruktur publik daerah, dan DAK afirmasi. Sementara, DAK nonfisik senilai Rp123,5 triliun mencakup pengalihan beberapa jenis dana yang sebelumnya termasuk dalam pos Dana Transfer Lainnya dan dana pengalihan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan (dekon/TP) dari beberapa kementerian/lembaga. (lihat tabel)

Boediarso berujar. dalam mengucurkan DAK, pemerintah pusat akan berpatokan pada usulan proposal tidap pemda yang telah memiliki diskresi untuk menentukan kegiatan dan ‘menu’ sesuai dengan prioritas kebutuhan.

Dengan demikian, sambungnya, sesuai international best practice, DAK merupakan instrument kebijakan pemerintah dalam mengarahkan daerah untuk mendorong pembangunan infrastruktur pada bidang-bidang yang menjadi prioritas nasional dan kebutuhan daerah serta mengurangi ketimpangan penyediaan layanan publik antar daerah.

“Selain itu, mendukung upaya percepatan pembangunan daerah, terutama daerah perbatasan, daerah tertinggal, daerah terpencil,  daerah terluar, dan daerah pesisir/kepulauan,” katanya.

Sejalan dengan adanya diskresi bagi pemda, otoritas fiskal juga akan memberlakukan sanksi pemberhentian penyaluran DAK per kuartal pada tahun anggaran berjalan pada daerah yang realisasi penyerapan DAK per kuartalnya belum mencapai 75% dibarengi adanya dana idle yang tidak wajar di bank.

Lebih Mengerucut

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengapresiasi adanya patokan peruntukan yang dilakukan pemerintah pusat, tapi seharusnya lebih dikerucutkan kembali.

Dengan demikian, ujar Robert, prioritas pembangunan diharapkan bisa fokus pada penyelesaian masalah daerah.

“Kalau menurut saya, tidak hanya dipatok tapi juga dikerucutkan. Ambil tiga prioritas utama infrastruktur dasar, layanan kesehatan, dan pendidikan,” katanya.

Terkait sanksi, pihaknya menilai memang harus ada sanksi bagi daerah dengan penyerapan rendah. Namun, menurutnya, seharusnya sanksi – termasuk berupa penghentian penyaluran – tidak diberlakukan untuk DAK.

DAK, sambungnya, selama ini menjadi instrument yang selalu bisa digunakan pemda untuk meningkatkan kualitas infrastruktur maupun layanan publik agar setara dengan daerah lain. Sebagai instrument keadilan, alokasi DAK pun seharusnya diberikan pada daerah pinggir, perbatasan, dan pedalaman.

Rendahnya penyerapan anggaran daerah selama ini, lanjutnya, juga dipengaruhi faktor birokrasi. Dengan demikian, instrumen sanksi yang digunakan lebih baik dari pos DAU.

 

Berikut Alokai dan Koridor DAK

DAK Fisik                                                                             

91,78 

1

DAK Reguler sebesar

57,57

 

A. Bidang Pendidikan

10,56

 

B. Bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana

16,37

 

C. Bidang Infrastruktur Perumahan, Permukiman, Air Minum dan Sanitasi

1,30

 

D. Bidang Kedaulatan Pangan

9,18

 

E. Bidang Energi Skala Kecil  

1,64

 

F. Bidang Kelautan dan Perikanan  

2,00

 

G. Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan     

2,56

 

H. Bidang Transportasi            

10,75

 

I. Bidang Sarana Perdagangan, Industri Kecil dan Menengah, dan Pariwisata 

2,55

 

J. Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah   

0.64

2

DAK Infrastruktur Publik Daerah     

31,39

 

Kegiatan bidang infrastruktur publik sesuai dengan kebutuhan daerah

 

3

DAK Afirmasi                                                

2,82

 

A. Infrastruktur jalan dan transportasi pedesaan pada Bidang Transportasi

1,81

 

B. Infrastruktur irigasi pada Bidang Kedaulatan Pangan

0,49

 

C. Infrastruktur air minum dan sanitasi    

0,51

DAK Nonfisik                                                                       

123,48

1

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 

42,14

2

Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD) 

1,43

3

Dana Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah 

73,66

4

Dana Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah 

1,02

5

Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) 

0,4

6

Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Bantuan Operasional KB   

4,57

7

Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan Ketenagakerjaan 

0,26

Sumber: RAPBN 2016

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper