Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku industri rokok dalam negeri meminta pemerintah membuka ruang diskusi dengan pelaku usaha dalam menetapkan kenaikan cukai 2016 sesuai amanat UU No. 39/2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 11/1995 tentang Cukai.
Hasan Aoni Aziz, Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), mengatakan sesuai amanat undang-undang penentuan besaran target cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) harus memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri.
“Kemudian baru disampaikan kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan. Kami setuju adanya penaikan target cukai rokok, tetapi harus realistis. Selain itu kebijakan penaikan jangan sampai menyalahi undang-undang,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (27/8/2015).
Menurutnya, pada tahun ini pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.04/2015 perubahan PMK No. 69/PMK.04/2009 yang mengamanatkan industri rokok harus membayar cukai di tahun berjalan.
Akibatnya, penerimaan negara dari cukai rokok tahun ini yang ditarget Rp139,1 triliun di dapatkan dari 14 bulan pembayaran cukai. Menurutnya, 14 bulan penerimaan karena cukai November-Desember 2014 sesuai dengan peraturan terdahulu dibayar 60 hari setelah pembelian pita cukai atau jatuh pada Januari-Februari 2015.
Dengan demikian, secara riil target penerimaan cukai dalam 12 bulan tahun ini adalah Rp120 triliun. Oleh karena itu, penaikan target cukai rokok tahun depan yang ditetapkan menjadi Rp148,9 triliun mengalami penaikan 23,5% bukan 7% seperti yang diungkapkan pemerintah.
Penaikan cukai rokok yang sangat tinggi, lanjutnya, akan memberatkan pelaku usaha, masyarakat serta meningkatkan potensi peredaran rokok ilegal. Cukai yang terlampau tinggi membebani ongkos produksi industri rokok.
Saat ini lanjutnya, di tengah penurunan daya beli masyarakat akibat perlambatan ekonomi nasional, tiga bulan pertama 2015 produksi rokok dalam negeri turun 14,60%. Sementara secara semesteran, kinerja produksi semester I turun tipis 1,27%.
“Secara total penurunan enam bulan pertama terlihat tipis, setelah mengalami penurunan tajam pada tiga bulan awal 2015. Hal ini karena pemerintah meminta pengusaha rokok membantu penerimaan negara dengan membeli pita cukai di awal,” ujarnya.
Angka-angka ini, lanjutnya, didapat dari formulir pemesanan cukai CK-1. Dengan kondisi makroekonomi dan cukai yang telah tinggi, pada tahun ini produsen rokok memperkirakan terjadi penurunan produksi hingga 3%.
Angka tersebut memperpanjang penurunan kinerja industri rokok setelah pada tahun lalu berdasarkan formulir CK-1 pesanan cukai turun 2% dibandingkan dengan produksi rokok 2013. Jika pemerintah tetap menaikkan cukai rokok tinggi di tengah penurunan daya beli, pengusaha memperkirakan tahun depan 20.000 tenaga kerja akan dirumahkan.
Secara historis, setelah kebijakan cukai rokok tinggi diterapkan dalam lima tahun terakhir, 81,6% industri rokok yang tergabung dalam Gappri baik golongan kecil, menengah, dan besar telah gulung tikar.
Sepanjang 2009 hingga 2014, dari semula unit produksi berjumlah 3.255 unit, kini hanya menyisakan 600 unit. Dalam hal ini, terjadi peningkatan kapasitas produksi oleh industri rokok besar, karena pasar yang ditinggalkan oleh produsen kecil mulai beralih.