Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Hulu Kimia Minta Pembebasan Pajak & Bea Masuk

Pelaku industri kimia dalam negeri menilai pemerintah perlu meringankan pajak investasi di sektor hulu serta menghapus bea masuk mesin produksi dan bahan baku guna memacu pertumbuhan industri ini.n
Pekerja PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) menuangkan biji plastik (polypropylene) ramah lingkungan untuk bahan membuat kantong plastik yang mudah lapuk kembali menjadi tanah dalam tempo 4 bulan, di Cilegon, Banten, Selasa (12/11)./Antara
Pekerja PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) menuangkan biji plastik (polypropylene) ramah lingkungan untuk bahan membuat kantong plastik yang mudah lapuk kembali menjadi tanah dalam tempo 4 bulan, di Cilegon, Banten, Selasa (12/11)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri kimia dalam negeri menilai pemerintah perlu meringankan pajak investasi di sektor hulu serta menghapus bea masuk mesin produksi dan bahan baku guna memacu pertumbuhan industri ini.

Suhat Miyarso, Direktur Eksekutif Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI), mengatakan struktur industri kimia dalam negeri rapuh seiring dengan minimnya realisasi investasi di sektor hulu. Nilai investasi yang besar serta titik impas (break even point) yang lama menjadi batu sandungan sektor ini.

“Tarik investor di sektor hulu dengan kepastian tax holiday, pembebasan bea masuk mesin produksi dan bahan baku. Pembebasan pajak di awal akan menciptakan efek ganda dalam perekonomian Indonesia,” ujarnya, Selasa (25/8/2015).

Saat ini, sejumlah bahan baku utama industri kimia hulu seperti liquefied petroleum gas (LPG) yang digunakan untuk memproduksi cracker masih dikenakan bea masuk sebesar 5%. Pengenaan BM karena LPG dianggap sebagai energi oleh pemerintah.

Selain itu, kendati bahan baku industri hilir seperti polietilena dan polipropilena yang berasal dari Asean dan negara yang menjalin perdagangan bebas bea masuknya telah 0%, produk serupa dari Timur Tengah yang jauh lebih murah dikenakan BM 10%-15%.

Ongkos produksi yang sangat rendah seiring dengan penggunaan energi gas di Timur Tengah menjadikan produk kimia dari zona tersebut berdaya saing tinggi.

Menurutnya, kerapuhan industri kimia dalam negeri semakin nyata sejak tahun lalu seiring dengan relokasi tiga pabrik yang bergerak di sektor hilir dari kawasan Jabodetabek ke Jawa Tengah akibat penaikan upah pekerja yang signifikan setiap tahun.

Saat ini, lanjutnya, di tengah penurunan harga bahan baku akibat penurunan harga minyak dunia, industri dalam negeri justru tak mampu meningkatkan daya saing karena depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang semakin dalam.

Selain itu, industri kimia hilir semakin terpukul seiring dengan penurunan daya beli masyarakat. Apalagi saat ini pemenuhan bahan baku produksi di industri kimia hilir sebesar 50%-60% masih mengandalkan impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper