Bisnis.com, JAKARTA – Selain memperlonggar ketentuan tax holiday untuk menarik investor, pemerintah memperketat pengawasan bagi investor atau wajib pajak yang telah mendapatkan fasilitas keringanan pajak itu.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang ditetapkan oleh Menkeu Bambang Brodjonegoro pada 14 Agustus dan diundangkan empat hari setelahnya.
Dalam pasal 9 payung hukum yang secara secara beruntutan mencabut PMK No.130/PMK.011/2011 sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 192/PMK.011/ 2014 itu diatur beberapa larangan bagi wajib pajak (WP) yang telah mendapatkan fasilitas pengurangan pajak maksimal 20 tahun pajak itu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengatakan beberapa safeguard yang dicantumkan dalam pasal tersebut lebih didasarkan pada kajian literatur dan pengalaman dari negara-negara lain.
“Semua pertimbangan itu berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan yang dimiliki berdasarkan kasus yang serupa atau analogi kasus dengan tujuan mencegah penyalahgunaan fasilitas,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (24/8/2015).
Beberapa safeguard tersebut a.l. pertama, WP dilarang mengimpor atau membeli barang modal bekas yang direlokasi dari negara atau perusahaan lain sebagai realisasi penanaman modal yang mendapatkan fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) badan.
Kondisi ini sejalan dengan penghitungan fasilitas tax holiday dimulai sejak tahun pajak dimulainya produksi secara komersial.
Mekar berujar ketentuan tersebut pada prinsipnya hanya menjaga supaya fasilitas pengurangan PPh badan 10%-100% itu diberikan sesuai dengan tujuannya.
Pelarangan pengunaan barang modal bekas dimaksudkan agar industri pionir memang menggunakan teknologi terkini.
Kedua, investor dilarang melakukan kegiatan utama usaha yang tidak sesuai dengan rencana bidang usaha penanaman modal dan tidak termasuk dalam cakupan Industri pionir selama jangka waktu pemanfaatan fasilitas pengurangan PPh badan.
Ketiga, pengusaha dilarang melakukan relokasi penanaman modal ke provinsi lain di Indonesia atau ke luar negeri sejak tahun pajak dimulainya dan sampai dengan lima tahun pajak sejak berakhirnya jangka waktu pemanfaatan tax holiday.
Ketentuan ini diberikan, lanjut dia, agar kelompok industri yang ingin dikembangkan sesuai serta tidak dilakukan pada wilayah yang berbeda dari rencana pengembangan wilayah keinginan pemerintah.
Keempat, sejak tahun pajak dimulainya hingga lima tahun sejak berakhirnya pemanfaatan tax holiday, tidak diperbolehkan mengubah metode pembukuan untuk menggeser laba atau rugi dari periode pemanfaatan fasilitas pengurangan PPh badan ke periode setelahnya, begitu pula sebaiknya.
Termasuk di dalamnya metode pengakuan penghasilan dan/atau biaya, serta metode penghitungan depresiasi dan/atau persediaan. “Dimaksudkan supaya fasilitas ini tidak dimanfaakan untuk melakukan tax planning,” tegasnya.
Kelima, dilarang melakukan pemindahtanganan aset dan/ atau kepemilikan WP badan yang mendapatkan tax holiday selama jangka waktu pemanfaatan insentif pajak itu. Namun, larangan ini dikecualikan bagi WP yang melakukan pemindahtanganan aset dan menggantinya dengan aset yang lebih produktif.
Selain itu, pemindahtangan aset juga bisa dilakukan jika WP melakukan pengalihan kepemilikan kepada WP yang telah mendapatkan surat keterangan fiskal (SKF) atau melakukan pengalihan kepemilikan melalui mekanisme listing di bursa saham (go public).
“Di lain pihak aturan ini tetap fleksibel untuk perubahan yang wajar dan menuju kondisi yang lebih baik bagi investor yang bersangkutan,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai restriksi ini cukup bagus untuk menghindari penyalahgunaan.
Langkah tersebut penting agar pengakses fasilitas tidak menggunakannya sebagai intermediary.
“Yang saya khawatirkan memang ada fenomena ganti baju. Namun saya sih tidak terlalu yakin tax holiday akan menarik dan pengusaha selalu punya cara untuk mengakali. Tapi mudah-mudahan saja efektif mendorong investasi,” katanya.
Setyo Budiantoro, Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa menyatakan tanpa tax holiday pun sebenarnya Indonesia sudah menarik bagi investor. Seharusnya, pemerintah fokus pada determinan utama yang memengaruhi iklim investasi.
Menurutnya, kebijakan tax holiday justru berpotensi memancing perang diskon pajak dengan negara tetangga sehingga memicu ‘perlombaan masuk jurang’ (race to the bottom) terutama setelah Masyarakat Ekonomi Asean diimplementasikan akhir tahun ini.