Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah pusat melonggarkan ketentuan penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau tahun depan lewat pemberian ruang bagi pemerintah daerah untuk mendanai kebutuhan dan prioritas tiap daerah.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo mengatakan pemerintah daerah (pemda) akan mendapat bagian maksimal 50% dari total alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) untuk tahun anggaran 2016.
“Selama ini kan penggunaannya di atur dalam Undang-Undang semuanya. Padahal, kebutuhan daerah tidak seluruhnya sama makanya diatur agar pemda bisa mendanai kebutuhan prioritas masing-masing,” katanya.
Selama ini, penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau diamanatkan dalam Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
Dalam payung hukum tersebut diatur penerimaan negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2%.
Penerimaan tersebut digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Adapun, sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.07/2009, peningkatan kualitas bahan baku digunakan untuk industri hasil tembakau yang meliputi; standarisasi kualitas bahan baku, pendorongan pembudidayaan bahan baku berkadar nikotin rendah.
Selain itu, ada pula pengembangan sarana laboratorium uji dan pengembangan metode pengujian, penanganan panen dan pascapanen bahan baku, serta penguatan kelembagaan kelompok petani tembakau.
Boediarso berujar selama ini banyak kebutuhan pembangunan pemda yang sebenarnya bisa dijalankan dengan DBH CHT namun terhalang ketentuan tersebut. Oleh karena itu, sambungnya, sejalan dengan penguatan desentralisasi fiskal, pemerintah memberi ruang tersebut.
Dalam RUU APBN 2016 disebutkan penerimaan DBH CHT, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan dengan dua ketentuan, yakni pertama, paling sedikit 50% untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Kedua, paling banyak 50% untuk mendanai kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah.
Dalam RAPBN 2016, target penerimaan cukai HT mencapai Rp148,9 triliun atau naik Rp9,8 triliun dari target dalam APBNP 2015 senilai Rp139,1 triliun. Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menyatakan perhitungan penerimaan pada tahun depan berlandaskan pada peningkatan produksi dan konsumsi masyarakat sejalan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,5%.
Menurutnya, otoritas kepabeanan dan cukai akan mengintensifikan pengawasan fisik di lapangan maupun administrasi untuk menghindari derasnya arus barang-barang ilegal kena cukai yang masuk ke Indonesia.
Dia optimistis mencapai target cukai tersebut meskipun outlook penerimaan pos tersebut tahun ini hanya di kisaran 95%-98% dari target Rp145,7 triliun. “Mudah-mudahan naik konsumsinya. Kemudian, akan kami tingkatkan pengawaan barang kena cukai,” kata Heru.
Dimintai tanggapan, ekonom Institute for Development Economy and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai pelonggaran penggunaan DBH CHT untuk kebutuhan prioritas strategis pemda memang cukup bagus tapi tetap harus terukur sehingga bisa sejalan dengan pembangunan nasional.
“Dengan catatan harus terukur. Sektor startegis apa, harus ada ukuran-ukuran yang konkret karena jika tidak ya akan jadi dana bancakan,” katanya.
Banyaknya kebutuhan yang mendesak di tingkat daerah, sambungnya, tetap harus terkontrol. Menurutnya, pengawasan sangat penting di tengah perlambatan ekonomi yang masih terjadi saat ini.