Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Pengolahan Masih Dibayangi Kelesuan

Akumulasi tergerusnya daya beli masyarakat dan tren pelemahan nilai tukar rupiah pada gilirannya membuat prospek bisnis usaha industri pengolahan sektor penyumbang terbesar produk domestik bruto kuartal III masih melemah.
Perkembangan indeks keyakinan konsumen dan indeks kondisi ekonomi Indonesia. / Bisnis
Perkembangan indeks keyakinan konsumen dan indeks kondisi ekonomi Indonesia. / Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Akumulasi tergerusnya daya beli masyarakat dan tren pelemahan nilai tukar rupiah pada gilirannya membuat prospek bisnis usaha industri pengolahan – sektor penyumbang terbesar produk domestik bruto – kuartal III masih melemah.

Gambaran itu terlihat dari hasil Survei Tendensi Bisnis kuartal II/2015 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini. Indeks Tendensi Bisnis (ITB) usaha industri pengolahan pada kuartal tersebut berada di level 106,02. Namun, pada kuartal III, capaian ITB itu diperkirakan merosot di level 105,31.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai industri pengolahan memang dalam situasi yang berat ke depan dan diperkirakan memang akan tetap melambat. Nilai tukar rupiah yang sudah terlanjur melemah akibat menguatnya dolar AS menjadi kondisi yang dilematis karena bersamaan dengan tergerusnya daya beli masyarakat.

Akibat pelemahan nilai tukar yang berujung pada penambahan biaya produksi, lanjutnya, bisa saja dibebankan kepada masyarakat lewat kenaikan harga produk. Namun, saat daya beli masyarakat tergerus, langkah tersebut berisiko tidak terjualnya produk.

“Dia naikin harga konsumennya enggak mau beli. Kalau masih ada yang beli ya enggak masalah bagi pengusaha,” tegasnya.

Atas situasi ini, lanjut dia, memang butuh intergrasi kebijakan fiskal dan moneter yang cukup kuat untuk menggodok kebijakan yang mampu menstimulus daya beli masyarakat dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam waktu dekat.

Beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah belum lama ini termasuk kenaikan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari baseline Rp24,3 juta menjadi Rp36 juta per wajib pajak (WP) OP juga baru memberikan dampak pada konsumsi dalam jangka panjang.

Senada, Kepala BPS Suryamin mengatakan prospek bisnis industri pengolahan memang masih dibayangi perlambatan ekonomi global maupun permintaan domestik. Di saat yang bersamaan, nilai tukar rupiah masih berfluktuasi dengan kecenderungan melemah sehingga memberatkan industri yang masih bergantung pada impor bajam naku.

“Jangan-jangan hari ini beli [bahan baku dengan kurs saat ini], besok kursnya membaik kan labanya drop. Itu yang membuat pengusaha wait and see,” ujarnya.

Di saat yang bersamaan, order barang input industri pengolahan pada kuartal III diproyeksi berada di bawah 100, persisnya 99,78. Suryamin berujar indeks order dari luar negeri  pun sebesar 101,88 atau lebih rendah dari pada perkiraan order dalam negeri yang berada di level 108,07.

Minimnya perkiraan order dari luar negeri, sambungnya, dikarenakan perlambatan bahkan pelemahan ekonomi negara mitra dagang Indonesia. Tiga negara diantaranya yakni Amerika Serikat yang melemah dari 2,9% pada kuartal I menjadi 2,3% pada kuartal II.

Selain itu, China juga masih stagnan di level 7% dalam dua kuartal paruh pertama tahun ini. Sementara pertumbuhan ekonomi Singapura melemah dari 2,1% menjadi 1,7%.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper