Bisnis.com, JAKARTA—Penurunan harga minyak mentah dunia yang mencapai US$50 dolar per barel ditanggapi datar dan dinilai tidak memberikan dampak yang besar terhadap industri penerbangan di Indonesia mengingat pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih dalam.
Bayu Susanto, Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA) bidang Penerbangan Berjadwal mengatakan harga minyak memang turun tetapi kurs dolar AS terhadap rupiah naik, sementara harga jual tiket juga dibatasi.
“Jadi masih belum bagus kondisinya karena biaya maintenance, spare parts, insurance, training dan lain-lain masih dalam dolar AS,” ungkapnya, Selasa (4/8/2015).
INACA melihat pertumbuhan industri maskapai di Indonesia masih akan positif hingga akhir tahun, walaupun rata-ratanya masih lebih rendah dati tiga tahun lalu.
Bayu memprediksi hingga akhir tahun pertumbuhan industri ini bisa tumbuh 10% lebih tinggi dibandikan semester satu.
Sementara itu, CEO AirAsia Group Tony Fernandes dalam Twitter resminya mengungkapkan kegembiraannya ketika harga minyak mentah dunia turun menjadi US$50 dolar per barel atau level terendah selama enam bulan terakhir.
“Senang sekali bangun tidur dan melihat harga minyak mentah di bawah US$50 dolar. Ini adalah angka ajaib bagi kami di bisnis maskapai. Sangat baik bagi Air Asia X,” katanya, Selasa.
Harga kontrak berjangka untuk minyak mentah jenis Brent turun 5,2%, Selasa (4/8).
Penurunan terjadi dipicu pemerintah AS yang menuai dukungan dari sekutu di Teluk Arab atas perjanjian nuklir dengan Iran.
Dalam perjanjian ini, Iran berkomitmen untuk meningkatkan produksi minyak saat sanksi AS berakhir.