Bisnis.com, JAKARTA – Para ekonom PT Danareksa Investment Management (Persero) optimistis investasi portofolio di Indonesia masih akan bergairah, ditopang oleh fundamental ekonomi yang cukup baik meski terjadi perlambatan pertumbuhan.
Dalam laporan analisis terbarunya, para ekonom BUMN investasi reksadana tersebut berpendapat kondisi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan saat krisis keuangan global 2008-2009.
“Tidak disangkal memang, kondisi perekonomian RI saat ini melambat. Banyak pihak berharap pemerintah masih bisa ngebut untuk serapan APBN agar masih dapat mendorong pertumbuhan ekonomi paling tidak 5% akhir tahun ini,” papar mereka, Senin (3/8/2015).
Target tersebut diyakini masih memungkinkan tercapai, mengingat pada krisis 2009 saja, perekonomian RI mampu tumbuh 4,5%.
“Saat ini memang tidak sedikit kalangan yang mulai khawatir kondisi ekonomi RI akan bernasib seperti Yunani, atau bahkan lebih parah; jatuh kembali seperti 1998. Satu hal yang pasti, saat ini kondisi ekonomi Indonesia masih jauh lebih solid daripada Yunani.”
Untuk diketahui, rasio utang Yunani terhadap PDB-nya mencapai sekitar 180%, sedangkan Indonesia di sekitar 30%. Dibandingkan dengan krisis 1998, kondisi ekonomi RI sekarang sangat berbeda.
Menurut DIM, meskipun rupiah terdepresiasi ke level lebih dari Rp.13.000, fundamental ekonomi RI saat ini berbeda dengan 1998 yang menunjukkan adanya pelemahan berbagai parameter ekonomi lainnya.
“Saat ini, parameter ekonomi secara keseluruhan menunjukkan ekonomi RI yang masih sehat. Faktor mata uang hanyalah satu dari sekian banyak penggerak yang menentukannya kesehatan ekonomi,” jelas pakar ekonomi DIM.
Sebagai perbandingan, cadangan devisa dan inflasi RI sejak 1997 hingga 2014 relatif mengalami pembaikan. Pada 1997 cadangan devisa mencapai US$21,41 miliar dan inflasi 10,31%. Tahun lalu, cadev dan inflasi masing-masing US$111,86 miliar dan 7,26%.
Adapun, rasio utang dan rata-rata kecukupan modal (CAR) perbankan pada 1997 masing-masing mencapai 100,81% dan 9,19%. Sementara itu, tahun lalu masing-masing mencapai 32,91% dan 19,14%. Hingga Juni 2015, nilainya sudah menembus 33,48% dan 20,30%.
Indikator lainnya adalah PDB dan rerata suku bunga deposito. Pada 1997, nilainya masing-masing mencapai 4,7% dan 22,32%, sedangkan tahun lalu sudah menembus ke level 5,02% dan 8,58%. Per kuartal I/2015, angkanya telah bertengger pada level 4,71% dan 7,96%.
“Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kondisi perekonomian RI saat ini masih memiliki fundamental yang baik. Kekhawatiran bahwa ekonomi Indonesia akan terpuruk kembali seperti tahun 1998 mungkin agak berlebihan,” simpul mereka.
Selain itu, sambungnya, indikator lainnya menunjukkan bahwa 55% dari emiten yang tercatat di bursa membukukan kenaikan pendapatan dan 40% membukukan laba bersih pada semester I/2015.
Adapun, jumlah kepemilikan asing pada surat utang RI juga tercatat terus bertambah di level 39% dari total lebih dari Rp530 Triliun yang beredar.
“Tantangan-tantangan lain tentu masih tetap ada.Namun, dengan optimisme dan kerja keras, ditambah komitmen pemerintah untuk percepatan pembangunan infrastruktur, perbaikan sarana, dan perampingan birokrasi yang ada, semestinya Indonesia masih tetap akan positive grow di masa datang.”