Bisnis.com, SIBOLANGIT - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Sumatra Utara memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2015 masih melambat.
Kepala Perwakilan BI Sumut Difi A. Johansyah mengatakan hampir seluruh indikator pertumbuhan ekonomi Sumut pada kuartal II/2015 belum menunjukkan peningkatan signifikan dari kuartal sebelumnya, yakni 4,78%.
"Terutama akibat konsumsi pemerintah dan masyarakat yang cenderung terus menurun. Saat ini daya beli masyarakat terus merosot akibat fluktuasi harga bahan bakar dan depresiasi nilai tukar rupiah," tutur Difi, Selasa (9/6/2015).
Difi mengatakan saat ini perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumut terutama terjadi akibat kucuran realisasi APBN belum sampai ke daerah. Adapun, saat ini Sumut sangat bergantung kepada stimulus fiskal pemerintah pusat.
"Efek multiplier paling besar adalah realisasi APBN untuk infrastruktur. Saat ini realisasi APBN ke daerah terbentur belum selesainya nomenklatur. Tapi saya perkirakan sudah mulai realisasi setelah Ramadhan," kata Difi.
Selain itu, Difi menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Sumut juga masih akan tertekan akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebagai negara mitra perdagangan luar negeri utama.
Kendati demikian, Difi menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Sumut masih berpeluang tumbuh lebih baik hingga akhir tahun ini, bahkan di atas 5%. Untuk kuartal II/2015, pertumbuhan ekonomi akan ditopang faktor musiman yakni peningkatan konsumsi masyarakat menjelang puasa dan Lebaran.
Selain itu, pertumbuhan juga akan sedikit terbantu dengan mulai terealisasinya APBD untuk konsumsi dan investasi Pemprov Sumut setelah sempat terhambat pada kuartal I/2015 akibat pengesahan yang terlambat.
"Sementara itu, untuk swasta justru akan menahan investasinya, terutama untuk subsektor perkebunan kelapa sawit seperti pabrik refinery dan biodiesel," tambah Difi.
Dari sisi penawaran, Difi memperkirakan perekonomian Sumut masih akan ditopang oleh pertumbuhan pada kelompok perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan. Kelompok pertanian, kehutanan, dan perikanan juga diproyeksi melambat karena panen raya telah selesai.
Tak hanya itu, kini harga beberapa kelompok komoditas juga mulai membaik, terutama CPO dan karet karena harga minyak dunia yang juga mulai meningkat.
"Tapi masih ada beberapa risiko yang kami khawatirkan. Yang paling utama adalah perlambatan ekonomi Tiongkok. Selain itu, mereka juga telah mengubah compound rubber dengan komposisi alam maksimal 88% dari sebelumnya 95%-99,5% yang akan berlaku 1 Juli 2015. Karet Sumut akan sulit bersaing kalau begini. Kita harus menyiapkan agar memenuhi syarat yang ditetapkan," pungkas Difi.