Bisnis.com, JAKARTA—Ekonom CIMB Niaga Winang Budoyo mengapresiasi kenaikan outlook rating Indonesia oleh Standard & Poor's, dari stabil menjadi positif.
Kenaikan outlook rating dari lembaga rating tersebut dinilai berkat keberhasilan reformasi fiskal dan kemampuan pengelolaan fiskal yang baik.
Apalagi kenaikan outlook rating oleh S&P tersebut terjadi di tengah penurunan rating sejumlah negara, seperti Afrika Selatan, Turki, dan Rusia.
“Faktor utamanya karena ada reformasi fiscal, terutama realokasi subsidi BBM ke infrastruktur dan PMN [penyertaan modal negara],” ujar Winang ketika dihubungi wartawan, Senin (25/5/2015).
Faktor tersebut, kata Winang, kemudian berdampak pada perbaikan defisit transaksi berjalan, sehingga membuat Indonesia berbeda dengan tiga negara lainnya.
Perbaikan dalam perekonomian Indonesia dalam beberapa bulan terakhir inilah yang kemudian diapresiasi oleh S&P.
Perbaikan perekonomian yang diapresiasi S&P, menurut Winang, adalah hasil dari kinerja tim perekonomian Presiden Joko Widodo. “Tentunya ini kerja seluruh kementerian di bawah presiden,” ujarnya.
Namun, dia memberikan penilaian lebih terhadap tim perekonomian presiden yang mengurusi fiskal. “Kebetulan porsi Kemenkeu besar dalam urusan fiskal,” katanya.
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan kenaikan outlook rating Indonesia menjadi gejala menarik mengingat pada periode 2014-2015 ada beberapa negara emerging market yang malah mengalami downgrade rating.
Menurutnya, negara tersebut adalah Afrika Selatan yang mencatatkan peringkat utang dari stabil menjadi negatif pada Juni 2014. Brazil dari BBB turun menjadi BB-, sedangkan Rusia lebih parah, peringkat utangnya jatuh ke posisi Junk dari BB+ pada Januari 2015.
“Kenaikan outlook rating ini karena pengelolaan makroekonomi Indonesia yang sudah berjalan tepat, terkait dengan kebijakan fiskal dan moneter,” tutur Bambang.
Dia menjelaskan alasan S&P menaikkan outlook peringkat utang Indonesia karena melihat kebijakan untuk memperbaiki struktur anggaran, menciptakan ruang fiskal lebih besar, ada kebijakan mempercepat pembebasan lahan untuk kepentingan publik, mengurangi proses perizinan dan memperbaiki insentif perpajakan untuk investasi asing.
S&P juga melihat komitmen pemerintah Indonesia mengurangi subsidi BBM dan meningkatkan penerimaan negara, menciptakan terobosan yang akan menggenjot penerimaan dan kepatuhan wajib pajak.
Winang Budoyo menambahkan ke depan, kenaikan rating oleh S&P, kembali tergantung pada kerja keras keseluruhan elemen pemerintahan. “Masalah kenaikan rating tentunya tergantung kemampuan Presiden sebagai pemimpin orkestra,” tutur dia.
Dia berharap ke depan Indonesia dapat meningkatkan produktivitas dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Dengan begitu, level peringkat yang saat ini sudah menunjukkan perbaikan akan lebih meningkat lagi. “Dibutuhkan konsistensi kebijakan fiskal dan proses komunikasi yang lebih baik,” kata dia.
Sementara itu, ekonom dari Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty mengatakan kenaikan outlook rating mencerminkan pengelolaan stabilitas makroekonomi yang baik dan kemampuan dalam menghindari potensi krisis ekonomi.
Intinya, kata Telisa, semua pihak yang mempunyai fokus pada perekonomian nasional telah bekerja sama dengan baik dalam membangun perekonomian, sehingga membuahkan hasil kenaikan outlook rating oleh S&P. “Ini hasil sinergi hasil kebijakan kita,” ujarnya.