Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan optimistis Peraturan Menteri Perdagangan No. 33/MDag/PER/5/2015 tentang Ketentuan Ekspor Timah mampu perlambat dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang bijih timah.
Belum lama ini, pemerintah menerbitkan Permendag yang merupakan revisi dari aturan sebelumnya yakni Permendag No. 44/M-Dag/PER/7/2014 tentang Ketentuan Ekspor Timah. Beleid ini akan berlaku mulai Agustus 2015.
Deputi II Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan M. R. Karliansyah mengatakan dengan aturan baru penambang harus jelas pemiliknya. Dengan kejelasan terebut, berarti dokumen dan prasyaratnya dipenuhi.
“Sekarang lebih ketat lagi aturannya, jadi harapannya dapat memperlambat dampak kerusakan lingkungan akibat penambangan liar. Kalau penambangnya jelas, rencana reklamasinya juga pasti ada,” tuturnya kepada Bisnis.com, Jumat (22/5/2015).
Dalam kajian Kementerian LH dan Kehutanan 2013 silam, dari sembilan kabupaten/kota yang dievaluasi hanya ada satu dampak ekonomi yang surplus dari penambangan rakyat yang ada. Sementara itu, untuk kajian di Pulau Bangka pada 2005, dipandang dari aspek lingkungan, hasilnya negatif.
Karliansyah mengatakan pemerintah daerah semestinya memiliki perencanaan mengenai pascatambang, terkait reklamasi maupun pemulihan lahan. “Sekarang penambang harus bisa menunjukkan rencana reklamasinya mau kemana,” ujarnya.
Saat ini, Indonesia masih menjadi produsen bijih timah terbesar di dunia, yang berkontribusi sepertiga dari kebutuhan global. Pada 2012, produksi bijih timah sebesar 99.600 ton, sementara China mengikuti dengan produksi 85.245 ton.