Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akan menggenjot investasi hijau (green investment) untuk menopang akselerasi pencapaian target pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) hingga 25% pada 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan investasi hijau di bidang energi memang akan diprioritaskan untuk pengembangan EBT yang saat ini baru mencapai 7% dari total pemanfaatan energi di Indonesia.
"Tadinya kan 23% tapi ditambah 2% jadi 25%. Dengan target tahun antara [jangka menengah] hingga 12%-15%," ujarnya.
Dia mengakui pengembangan EBT memang memerlukan dana yang cukup banyak. Oleh karena itulah, pemerintah akan menggenjot investasi hijau di bidang EBT dengan memberikan beberapa insentif baik fiskal maupun nonfiskal, selain menambah anggaran yang ada dalam APBNP 2015.
Dia mengungkapkan kementeriannya sudah mengajukan adanya tambahan anggaran besar untuk tahun depan. Saat ini anggaran yang ada di APBNP 2015 hanya sekitar Rp1,03 triliun.
Pemerintah, sambungnya, akan memanfaatkan benar gelaran Tropical Landscape Summit 2015 untuk menarik investasi hijau yang 30% dari totalnya berhubungan dengan energi. Indonesia tidak bisa terus mengandalkan energi fosil karena semakin lama cadangan energi itu turun.
Menurutnya, hingga saat ini banyak investor yang sudah berminat berinvestasi ke green energy karena potensi masih cukup besar. Dia berujar potensi energi hidro yang terindentifikasi sebesar 75 gigawatt (GW), potensi surya sebesar 112 GW, bahan bakar nabati (biofuel) 32 GW, angin 0,95 GW, biomassa 32 GW, panas bumi 28,8 GW, dan laut 60 GW.
Untuk masalah lahan selama ini menjadi hambatan investor, Sudirman mengungkapkan pemerintah akan terus mengawal dan membantu penyelesaian permasalahan di aspek tersebut. Pemerintah akan melaksanakan mandatory UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
INSENTIF
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan pendorongan green investment di sektor energi memang diperlukan sejalan dengan target pertumbuhan investasi hijau tahun ini hingga 20%.
Beberapa insentif seperti tax holiday, tax allowance, hingga pembebasan bea masuk impor komponen listrik pun juga sudah ada selain insentif Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang terus kita sempurnakan, katanya.
Sejak Oktober 2014 hingga 20 April 2015, BKPM mencatat ada minat investasi di sektor ketenagalistrikan hingga 24 investor. Minat ini, lanjut Franky menunjukkan adanya antusias investor untuk mendukung upaya pencapaian pembangunan pembangkit listrk 35.000 MW.
Dalam lima tahun terakhir (2010-2014) total realisasi investasi hijau sudah sekitar 30,3% dari total investasi, yaitu senilai Rp486 triliun disbanding total nilai investasi Rp1.600 triliun. Dari realisasi tersebut, sekitar US$26,8 miliar merupakan PMA dan Rp139,1 triliun dari PMDN.
Dengan target tumbuh rata-rata 20% per tahun, pada 2019 diperkirakan investasi hijau dari PMA mencapai US$56 miliar dan PMDN sekitar Rp448 triliun.
Saat ini, ada delapan sektor potensial untuk investasi hijau, a.l. pertanian, kehutanan, perikanan, tenaga panas bumi, industri pengolahan (biomassa, biofuel, komponen transportasi), pengadaan listrik dari sumber terbarukan, pengelolaan sampah dan daur ulang, dan pariwisata.[]