Bisnis.com, SURABAYA—PT Garam (Persero) mempersiapkan langkah hukum dan rencana cadangan agar target menekan impor garam industri Indonesia hingga 35% tetap dapat tercapai secepatnya, meski perusahaan itu tengah terbelit sengketa lahan.
BUMN stabilitator harga garam tani itu tengah menunggu keputusan final 3 kementerian (Agraria dan Tata Ruang, Perindustrian, dan BUMN) terkait kemungkinan mengembangkan lahan 5.000 hektare yang diduduki warga sipil di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
“Tenggat waktunya akhir tahun ini. Kalau kami tidak mendapatkan [lahan] itu, maka kami akan usulkan kepada pemerintah agar plan B kami harus dilakukan, yaitu membangun teknologi pabrik. Kalau tidak, kita tidak bisa menekan laju impor garam,” ujar Direktur Utama PT Garam Usman Perdanakusuma saat ditemui, Senin (13/4/2015).
BUMN yang bermarkas di Surabaya itu mengaku sedang mendata aset dan mematangkan langkah hukum untuk merebut kembali lahan lainnya seluas 300 ha di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
“Luas lahan kami yang bermasalah tidak kurang dari 300 ha. Lahan kami yang diduduki, termasuk rumah, lahan nonproduktif, dan lahan lainnya. Di Manyar, Gresik—misalnya—juga banyak yang diduduki sepihak oleh masyarakat. Nah, ini akan kami bereskan karena lahan itu adalah aset negara yang harus diselamatkan.”
Khusus di Kupang, kata Usman, kendala terberat untuk mengambil alih 5.000 ha lahan adalah mayoritas masih belum ditelantarkan. Padahal, syarat agar dapat kembali dikelola oleh BUMN, lahan tersebut harus ditelantarkan oleh pemilik hak guna usaha (HGU) sebelumnya.
Dia menyebut 3.000 ha di antara lahan tersebut diduduki oleh mantan pengungsi dari Timor Leste, sedangkan 1.600 ha lainnya dihuni oleh masyarakat sipil. Kupang dianggap ideal untuk industri garam karena luasnya yang terintegrasi dan panas yang stabil selama 9 bulan.
Sejauh ini, total aset lepas dari perusahaan yang mengelola 350.000 ha lahan garam/tahun itu mencapai 8 aset, berupa rumah, tanah, dan gudang. Untuk di Jatim, PT Garam mendesakkan agar yang terokupasi warga sipil dapat diambil alih sepenuhnya atau 100% tahun ini.
“Untuk aset negara, kami tidak akan kompromi. Kami lihat dulu pertimbangan hukum Kejati. Soal ganti untung, akan kami hitung sesuai kondisi PT Garam yang ada. Tapi, untuk sekarang, kami ingin tahu bagaimana legal standing untuk mengambil langkah ke depan.”
Kepala Kejati Jatim Elvis Johnny mengungkapkan institusi pengacara hukum negara itu telah membuat perjanjian dengan PT Garam untuk memberi pendampingan dan bantuan hukum, termasuk dalam pengawalan perencanaan dan pencanangan PMN senilai Rp300 miliar.
“Pendampingan hukum itu mencakup soal [sengketa] lahan PT Garam di seluruh Indonesia. Kami berharap dengan terlibatnya Kejati dalam kasus ini, penyimpangan dapat berkurang dan bahkan dihilangkan.”