Bisnis.com, JAKARTA -- Head of Corporate Secretary PT Timah (Persero) Tbk Agung Nugroho Soeratno, menyebutkan peningkatan volume ekspor timah hingga 15,7% kemungkinan disebabkan karena pembatasan ekspor timah menjadi hanya 4.500 metrik ton mulai berlaku pada 1 April tahun ini.
“Tanggal 1 April ini ada penerapan batas ekspor, dimana hanya menjadi 4.500 metrik ton. Jadi semua mestinya ingin menghabiskan stoknya. Kemudian kemungkinan kedua, mungkin saja penjualan-penjualan sebelumnya baru sempat dikapalkan pada akhir bulan lalu,” kata Agung.
Menurutnya, kenaikan volume tersebut kemungkinan besar memang disebabkan karena persiapan peraturan baru. Sementara dari segi permintaan, belum ada kenaikan seperti yang diharapkan para pelaku usaha.
Hal yang sama juga terjadi dari segi harga. Kendati dalam tiga hari terakhir ada peningkatan dari US$16.400 per metric ton menjadi US$16.88 per metric ton, kenaikan tersebut masih berada di bawah ekspektasi.
Pembatasan ekspor timah sendiri, menurutnya merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencoba mendongkrak harga. PT Timah mendapatkan porsi ekspor dengan volume sebesar 2.500 metrik ton sementara produsen lainnya mendapat porsi sebesar 2.000 ton.
“Timah ini kan pasarnya kecil dan pemainnya itu-itu saja. Salah satu upaya yang diharapkan, dengan pembatasan suplai ini, harga akan kembali naik,” ujarnya.
Dengan pembatasan volume ekspor dengan jumlah tersebut, harga dunia komoditas tersebut diharapkan mencapai level US$20.000 per metric ton dalam waktu satu bulan. Adapun, dalam tiga bulan ke depan, diharapkan harga timah kembali menyentuh level US$23.000 per metric ton.
Pada periode Februari lalu, volume ekspor timah sempat turun hingga 11,57% dari volume ekspor timah pada Januari 2015. Sementara Ketua Umum Asosiasi Ekspotir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto pada saat itu menyebutkan bahwa penurunan pada Februari sejalan dengan keinginan para produsen timah dalam negeri untuk merasionalisasikan jumlah ekspor sesuai dengan permintaan dunia.