Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian tengah menjajaki kemungkinan hasil panen padi dari program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman dan sumber daya secara terpadu (GP-PTT) diserap seluruhnya oleh Perum Bulog.
GP-PTT merupakan program peningkatan produksi padi petani dengan mengedepankan inovasi teknologi yang sarana produksinya (benih, pupuk, alsintan) didanai oleh pemerintah dalam bentuk bantuan sosial (bansos)
Tahun ini, pemerintah menganggarkan dana GP-PTT seluas 350.000 ha dalam bentuk sarana produksi yang dialokasikan pada kawasan padi hibrida 50.000 ha dan padi inbrida 300.000 ha.
Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring mengatakan sedang membahas kemungkinan hasil program yang dibiayai oleh pemerintah itu diserahkan sepenuhnya kepada Bulog.
Menurut Hasil, wacana tersebut diusulkan setelah Perum Bulog kesulitan menyerap gabah dan beras petani setelah panen raya berlangsung namun harga gabah dan beras yang berada dibawah HPP di beberapa wilayah saja.
Sebelumnya, Bulog menargetkan penyerapan beras besar-besaran baru dimulai pada April karena masa itu telah memasuki puncak panen raya yang membuat harga gabah dan beras akan berada di bawah HPP.
“Ada usulan untuk kerjasama karena penanaman terpadu ini kan semua dibiayai pemerintah, maunya langsung diambil oleh Bulog semua,” katanya seperti dikutip Bisnis.com, Senin (1/4/2015).
Apabila skema itu diterapkan, Hasil memperkirakan akan ada pembahasan alot mengenai penetapan harga. Pasalnya, produktivitas penanaman padi terpadu tersebut ditaksir bisa diatas 7 ton per ha atau melampaui produktivitas nasional saat ini 5,1 ton per ha.
“Saya rasa akan ada pertanyaan dari petani, boleh diambil tapi harganya ngikutin pasar ya? Nah itu yang kita belum bicarakan [dengan Bulog],” katanya.
Selain itu, Hasil mengatakan Perum Bulog dan Kementerian Pertanian tengah membahas soal posisi pengusaha dalam rencana penyerapan jagung sebesar 1 juta ton tahun ini.
“Harapannya kalau berlebih Bulog bisa beli, tapi jangan tidak ada pasar dari pengusaha untuk bisa beli [dari Bulog]. Itu yang sedang dibicarakan,” katanya.
Pemerhati Pertanian dari Universitas Lampung Bustanul Arifin pesimistis Bulog bisa merealisasikan penyerapan jagung akibat minim pengalaman.
Menurutnya, apabila tujuan Bulog untuk stabilisasi harga dapat dimaksimalkan melalui skema resi gudang dan kontrak harga antara petani dan pengusaha seperti yang selama ini dilakukan.
“Lebih baik memanfaatkan yang ada. Secara substansi oke, tapi jangan menambah rantai dan malah menambah margin,” katanya.