Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krishnamuthi mengatakan keputusan pemerintah menaikkan HPP beras dan gabah sebesar 11% bukan merupakan keputusan yang mudah, tetapi sudah diambil.
“Menurut saya sekarang lebih baik diantisipasi dan disiapkan langkah-langkah untuk mencegah dampaknya. Terutama dampak terhadap inflasi,” kata Bayu, Jumat (20/3/2015).
Menurutnya, saat ini harga beras dalam negeri sudah 70% di atas harga paritas impornya. HPP baru akan membuat selisih itu menjadi lebih tinggi. Tapi di sisi lain, dengan HPP baru kemungkinan Bulog akan lebih bisa melakukan pengadaan dan mengisi stoknya.
Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari Subekti mengatakan kenaikan HPP rata-rata 11% akan melindungi harga di tingkat petani. Ketika harga gabah lebih rendah dari HPP maka Bulog wajib membeli sehingga harga tidak jatuh.
“Jangan sampai petani dirugikan kalau komponen harganya jatuh di bawah HPP. Misalnya saat panen dia rugi, pemerintah bertanggung jawab memberikan satu acuan harga supaya paling tidak, dia tidak lebih rendah dari HPP,” kata Lely.
Adapun, fungsi lainnya adalah sebagai instrumen penyerapan stok oleh pemerintah. Dengan HPP tersebut pemerintah bisa melakukan pembelian untuk keperluan stok, agar lebih punya power di pasar.
Dengan penambahan modal kerja (PMN) Bulog sebesar Rp3 trilun, Bulog nantinya bisa menyerap sekitar 400.000 ton dari petani. Namun, PMN tersebut sampai sekarang masih dalam proses penerbitan. []