Bisnis.com, JAKARTA – Sekretaris Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Abdul Sobur mengatakan dengan tujuan peningkatan ekspor seharusnya pemerintah menggunakan sistem yang memudahkan kalangan pengusaha. Penerapan deklarasi ekspor (DE), imbuhnya, lebih efektif daripada sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).
Penerapan DE tersebut lebih disukai pengusaha mebel dan kerajinan karena tidak mengandung biaya. Sementara, SVLK dari segi biaya, menurutnya, cukup mahal. Di lain pihak, para produsen harus merampingkan biaya produksi agar memiliki daya saing kuat ketika masuk ke pasar internasional.
Deklarasi ekspor, harapnya, bisa berlaku permanen. Saat ini penggunaan DE hanya bisa berlaku hingga akhir Desember 2015. Sementara penerapan SVLK pada industri mebel justru mengurangi daya saing ekspor produk tersebut ke pasar internasional.
Menurutnya industri mebel dan kerajinan yang merupakan sektor hilir tidak memerlukan SVLK karena verifikasi legalitas kayu sudah dilakukan di sektor hulu yaitu di industri pengolahan kayu.
“Sebab kalau di hulu sudah dilakukan verifikasi, untuk industri pengolahan kayu, di hilir tidak perlu lagi. SVLK untuk mebel itu aneh. Karena ribet, biaya mahal, dan tidak logis,” kata Sobur kepada Bisnis, Rabu (18/3/2015).
Sementara itu, menurutnya tidak ada permintaan dari negara tujuan ekspor untuk menerapkan SVLK pada setiap produk yang diekspor ke negara tersebut. SVLK sendiri bukan merupakan custom document di negara tujuan ekspor yang artinya dokumen SVLK hanya berlaku di Indonesia saja.
“Kan tidak fair. Karena kalau Uni Eropa memberlakukan SVLK, seharusnya berlaku juga dong untuk Malaysia dan Vietnam. Itu tidak produktif, tidak meningkatkan daya saing,” kata Sobur.