Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PROYEK PETROKIMIA, Ferrostaal Tak Patok Harga Gas

Ferrostaal Industrial Project GmbH tidak menetapkan harga gas di level tertentu untuk proyek mereka berupa pembangunan komplek petrokimia berbasis gas di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Produksi Ferrostaal akan diprioritaskan untuk pasokan ke pasar domestik guna mengikis ketergantungan terhadap impor./BISNIS.COM
Produksi Ferrostaal akan diprioritaskan untuk pasokan ke pasar domestik guna mengikis ketergantungan terhadap impor./BISNIS.COM

Bisnis.com, JAKARTA—Ferrostaal Industrial Project GmbH tidak menetapkan harga gas di level tertentu untuk proyek mereka berupa pembangunan komplek petrokimia  berbasis gas di Teluk Bintuni, Papua Barat.

CEO Ferrostaal Group Klaus Lesker menyatakan alokasi dan harga gas terus menjadi pengganjal realisasi proyek tersebut. Sekalipun cadangan gas di Papua dipastikan cukup selama belum ada deal alokasi dan harga maka proyek belum dapat digarap.

"Kami memiliki formula harga yang mana ini tergantung kepada jenis produk petrokimia yang diproduksi. Ini bukan harga pasti, fixed price, dan kami tidak tetapkan batas atas maupun kisaran harga gas," tuturnya, Selasa (3/3/2015).

Ferrostaal menyatakan dengan ketersediaan gas 2 triliun kaki kubik (TCF) kebutuhan bahan baku mereka aman selama 30 tahun. Pengganjal utama sekarang ini terletak pada harga gas sedangkan alokasinya ditetapkan dari Blok Kasuari.

Saat ini terdapat cadangan gas proven sebanyak 2 TCF di Teluk Bintuni. Adapun kebutuhan gas Ferrostaal sendiri sekitar 202 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Perusahaan asal Jerman ini tak berharap pemerintah segera memberi keputusan soal ini.

Butuh waktu beberapa tahun untuk mengerjakan proyek. Sekalipun pemerintah dapat memberikan keputusan pada bulan ini, misalnya, pabrik petrokimia besutan Ferrostaal tak lantas langsung bisa beroperasi.

Lesker menyatakan dibutuhkan sekitar empat tahun sejak konstruksi dilakukan sampai dengan produksi pertama terealisasi. "Pada dasarnya cadangan gas di Papua memadai untuk dieksplor. Ini waktunya pemerintah menentukan apa yang harus dilakukan," ucapnya.

Tak Sendiri

Aksi Ferrostaal di Papua tidak sendiri, perseroan menggandeng PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (CAP). Dalam rencana awal ditargetkan komplek pabrik petrokimia di Teluk Bintuni dapat beroperasi mulai 2019.

Pembangunan proyek tersebut menelan investasi US$1,8 miliar. Dana ini digunakan Ferrostaal mendirikan pabrik methanol berbahan baku gas bumi yang hasilnya dipakai sebagai bahan baku di pabrik polipropilena (PP).

Kapasitas terpasang pabrik methanol dipatok 400.000 ton per tahun, sedangkan pabrik etilena sejumlah 175.000 ton per tahun. Produksi Ferrostaal akan diprioritaskan untuk pasokan ke pasar domestik guna mengikis ketergantungan terhadap impor.

Kemitraan Ferrostaal dengan Chandra Asri untuk melakukan studi kelayakan tertera dalam nota kesepahaman (MoU) kedua pihak pada 18 Juli 2013. "[Kepastian soal gas] kami tunggu. Ini adalah proses yang melelahkan, kami berharap pemerintah segera selesaikan," ujar Lesker. []

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper