Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan studi kelayakan pabrik bahan baku obat berbasis minyak dan gas bumi selesai pada tahun ini.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto mengatakan proyek tersebut diperkirakan menghabiskan Rp304,25 miliar selama lima tahun. Lokasi yang dibidik untuk mendirikan fasilitas produksi ini adalah Jawa Barat.
“Pabrik berbasis migas untuk parasetamol itu untuk farmasi sintesis, sementara ini kita mengimpor sehingga dampaknya cukup besar,” tuturnya kepada Bisnis, di Jakarta, Senin (23/2/2015).
Khusus untuk fase studi kelayakan, Kemenperin mengalokasikan Rp1,25 miliar. Kementerian memproyeksikan tahapan ini bisa diselesaikan dalam setahun. Jika berdasarkan FS diyakini proyek ini potensial barulah ditawarkan kepada pihak swasta.
Parasetamol termasuk dalam bidang yang menjadi prioritas pembangunan Kemenperin untuk industri farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan.
Sektor lain adalah sediaan herbal, garam farmasi, golongan cefalosporin, amlodipine, glucose parmaceutical grade, amoxicillin, glimepiride, parasetamol, produk herbal/natural, dan produk kosmetik.
Ketergantungan impor bahan baku obat disebabkan industri farmasi nasional bersifat formulasi. Selain itu bisnis obat-obatan di dalam negeri pada umumnya belum terintegrasi dengan industri bahan bakunya.
“Untuk membangun industri bahan baku farmasi sintetis ini harus lihat skala keekonomian. Tapi pemerintah bertanggung jawab hasilkan obat yang terjangkau harganya, maka kami coba lakukan FS,” ucap Harjanto.