Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mafia Hutan Berkeliaran, Kayu Ilegal Jadi Bancakan Sektor Manufaktur

Pasokan kayu untuk keperluan industri yang berasal dari penebangan hutan alam atau kayu ilegal terindikasi melebihi 25% selama 23 tahun terakhir berdasarkan laporan Indonesia's legal Timber Supply Gap and Implications for Expansion of Milling Capacity.
Konsumsi kayu untuk kebutuhan industri mencapai 866 juta m3, tetapi pasokan kayu yang dihasilkan dari konsesi berizin hanya 647 juta m3 selama 23 tahun terakhir. Artinya, ada sekitar 219 juta m3 kayu yang terindikasi ilegal masuk ke sektor manufaktur./Ilustrasi kayu log-Bisnis
Konsumsi kayu untuk kebutuhan industri mencapai 866 juta m3, tetapi pasokan kayu yang dihasilkan dari konsesi berizin hanya 647 juta m3 selama 23 tahun terakhir. Artinya, ada sekitar 219 juta m3 kayu yang terindikasi ilegal masuk ke sektor manufaktur./Ilustrasi kayu log-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Pasokan kayu untuk keperluan industri yang berasal dari penebangan hutan alam atau kayu ilegal terindikasi melebihi 25% selama 23 tahun terakhir berdasarkan laporan Indonesia's legal Timber Supply Gap and Implications for Expansion of Milling Capacity.


Selama 1991-2014, kalkulasi kesenjangan antara konsumsi kayu yang diterima industri dengan pasokan kayu legal yang dihasilkan dari hak pengusahaan hutan (HPH) dan hutan tanaman industri (HTI) mencapai 219 juta m3.

Perinciannya, konsumsi kayu kebutuhan industri mencapai 866 juta m3, tetapi pasokan kayu yang dihasilkan dari konsesi berizin hanya 647 juta m3 selama 23 tahun terakhir.

Juru Bicara Koalisi Anti Mafia Hutan Grahat Negara mengatakan perhitungan tersebut didapatkan dari hasil produksi hasil hutan olahan dalam laporan berkala Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dikonversikan ke koefisien produksi kayu bulat.

Menurutnya, ketersediaan pasokan yang tidak sesuai dengan konsumsi industri hutan tersebut besar dihasilkan oleh penebangan hutan alam dan kayu curian yang tidak terdata.

"Kenyataannya laporan yang dikonsumsi industri ada kesenjangan dengan data pasokan selama ini," katanya, Selasa, (17/2/2015).

Dampaknya, Grahat melanjutkan, produksi kayu yang tidak tercatat tersebut membuat pemerintah tidak memiliki dasar untuk mengenakan kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dengan perhitungan pendapatan dari dana reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH,) dia menaksir pendapatan yang tidak masuk ke kantong negara selama 23 tahun mencapai Rp55 triliun berdasarkan harga patokan dua indikator itu.

Dengan demikian, tuturnya, potensi pendapatan melalui PNBP kehutanan apabila produksi kayu terdata dengan baik mencapai Rp2,3 triliun per tahunnya.

Terlebih, pada tahun lalu dia memperkirakan ada kesenjangan produksi dan konsumsi kayu hingga 20 juta m3 yang sebagian besar dialokasikan untuk industri pulp dan kertas. Grahat berharap industri pulp and paper tidak menambah kapasitas terpasangnya yang akan mendorong permintaan pasokan bahan baku menjadi lebih banyak dari saat ini.

"Itu nantinya jadi bisa tambah senjang karena mempermudah (investasi), apalagi hitungan kita ini data yang operasional sebesar 80%," katanya.

Selain itu, target capaian penanaman pohon untuk memperbaharui tebangan oleh pemerintah tidak pernah tercapai selama 5 tahun terakhir. Target penanaman sejak 2010-2014 mencapai 2,5 juta ha, namun yang terealisasi hanya 1,56 juta ha.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Irene Agustine
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper