Bisnis.com, DENPASAR - Setelah sempat mereda beberapa pekan, isu soal Pelabuhan Cilamaya kembali menghangat. Kali ini, giliran PT Pertamina (Persero) meminta proyek pelabuhan yang ada di Karawang, Jawa Barat, tersebut dipindahkan ke Jawa Tengah agar tidak mengganggu operasi dan produksi PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ).
Betapa tidak, sebelumnya Pemprov Jabar telah menyatakan Proyek Cilamaya diserahkan ke swasta. Hal itu membawa konsekuensi pipa Pertamina yang ada di sekitar lokasi proyek harus dipindah. Dengan demikian, swasta tinggal menghitung kerugian biaya pemindahan pipa produksi Blok Offshore North West Java (ONWJ) milik PT Pertamina.
Namun, Pertamina kali ini buka suara. "Pipa minyak dan gas milik PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) itu melintas di lokasi pelabuhan tersebut," kata Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir, seperti dikutip Antara, Jumat (13/2/2015).
Ditemui seusai penanaman mangrove di Denpasar, Ali mengatakan pihaknya justru telah mengirim surat kepada pemerintah untuk menggeser lokasinya ke Jawa Tengah. "Kita sudah sampaikan semuanya. Lebih baik digeser ke Jawa Tengah," katanya.
Ali mengaku pihaknya telah berkomunikasi dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang membutuhkan pelabuhan. "Pak Ganjar katanya mau bangun pelabuhan besar, di samping untuk pemerataan pembangunan, saya rasa itu lebih bagus," katanya.
Dia menjelaskan apabila Pelabuhan Cilamaya jadi dibangun di lokasi yang terdapat pipa minyak dan gas Pertamina, hal itu akan mengganggu operasi migas, sekitar 40.000 barel per hari dan gas 200 juta kaki kubik per hari (MMscfd).
"Produksinya akan hilang, dari sisi Pertamina potensi produksi yang ada kenapa harus dihilangkan," katanya.
Untuk itu, Ali menyarankan kepada pemerintah untuk memindahkan lokasi Pelabuhan Cilamaya ketimbang menghentikan potensi produksi migas. "Padahal lebih mudah mencari lokasi pelabuhan daripada mencari wilayah kerja migas," katanya.
Selain itu, dampak lanjutannya, yakni dikhawatirkan pipa-pipa tersebut meskipun sudah ditutup, bisa sewaktu-waktu meledak karena pelayanan kapal-kapal besar berkapasitas 13.000 TEUs sangat membahayakan operasi migas offshore.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan memastikan pembangunan Pelabuhan Cilamaya, tetap dibangun karena telah mendapat persetujuan Presiden Joko Widodo asalkan di seluruh pembangunannya diserahkan kepada swasta.
"Bappenas masih mengkaji itu kalau pakai uang pemerintah, sudah setuju lokasi pelabuhannya digeser. Cilamaya itu harus dibangun dengan uang swasta saja, enggak usah pakai APBN," katanya.
Terkait pipa migas, dan fungsi lahan pertanian yang subur, Jonan mengatakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah setuju untuk digeser lokasi pelabuhannya sepanjang sekitar 30 kilometer.
Menurut dia, dalam surat yang dikirimkan ke Presiden Joko Widodo dengan dibangunnya Pelabuhan Cilamaya, di antaranya dapat menekan biaya logistik karena mendekatkan pusat produksi di Kawasan Industri Cikarang dan Karawang dengan pelabuhan karena jarak ke Tanjung Priok 70 kilometer.
Sementara ke Pelabuhan Cilamaya 30 kilometer, menurunkan tingkat kemacetan di Ibu Kota Jakarta dengan memindahkan sebagian lalu lintas angkutan berat ke luar wilayah ibu kota dan menekan penggunaan BBM bersubsidi serta meningkatkan utilitas kontainer dengan memperpendek jarak tempuh dari industri manufaktur ke pelabuhan, katanya.
Namun, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Bobby R Mamahit mengatakan soal pipa migas Pertamina dan fungsi lahan pertanian sudah digodok beberapa waktu lalu dengan sejumlah kementerian terkait di Kementerian Perekonomian dan hasilnya tidak ada masalah.
"Pipa gas itu sudah enggak ada masalah, 'kan sudah studi dan diketok di Kemenko waktu itu, Pertamina juga enggak bilang soal keberatan pipa gas," katanya.
Total investasi pelabuhan di wilayah Utara Jawa Barat tersebut diperkirakan mencapai Rp34,5 triliun dengan prakiraan pembangunan dimulai pada 2016 dengan rincian pengerjaan tahap I ditaksir, sekitar Rp23,9 triliun dan tahap II Rp10,6 triliun.
Ketua Umum Pemilik Kapal Nasional Indonesia (Insa) Carmelita Hartoto mendukung pembangunan Pelabuhan Cilamaya dalam rangka menekan biaya logistik karena selama ini pengusaha mengandalkan pelabuhan yang dikelola Pelindo.
"Bagus, saya mendukung agar ada kompetisi, agar biaya pelabuhan tidak dimonopolli," katanya.