Bisnis.com, BANDUNG-Produksi kedelai di Indonesia pesimistis mengalami kendala karena berbagai faktor yang hingga saat ini belum terselesaikan.
Pakar Pertanian Unpad Tomi Perdana menganalisis penyebab Indonesia sulit memenuhi swasembada kedelai disebabkan banyak hal di antaranya terkait cuaca, budaya, hingga pasar.
Untuk cuaca, Indonesia memiliki waktu penyinaran matahari yang lebih pendek tidak lebih dari 3 bulan, sedangkan di negeri asalnya bisa mencapai enam bulan. Sehingga bentuk kedelai lebih besar dan produktifitasnya tinggi.
"Selain itu, pemerintah pun perlu memberikan insentif bagi petani yang menanam. Sebab, selama ini kedelai bukan tanaman utama bagi petani lokal melainkan tanaman sela sehingga perlu ada faktor pemicunya," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (4/2).
Selanjutnya, mengenai pasar, selama dibiarkan masih terbuka petani akan kesulitan mendapatkan kepastian harganya.
"Oleh karena itu, pemerintah perlu menyambungkan antara petani dan industri," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja pesimistis swasembada kedelai di Indonesia mampu diwujudkan.
Dia beralasan komoditi tersebut tergolong tanaman subtropik sehingga kurang cocok ditanam di Indonesia yang beriklim tropis.
Selain itu, penelitian pengembangan kedelai juga terbilang minim. Hal karena politik anggaran untuk kedelai juga sangat kecil dibandingkan padi.
"Bila memang pemerintah ingin swasembada kedelai, maka butuh keseriusan dari politik anggarannya," katanya.
Entang melanjutkan politik anggaran tersebut diberikan untuk insentif atau subsidi bagi para petani kedelai.
Sehingga, lanjutnya, petani yang selama ini enggan menanam kedelai karena keuntungannya tipis menjadi bergairah.
"Di satu sisi, kita menargetkan tercapainya swasembada pangan strategis, namun di sisi lain pemerintah malah menetapkan pengaturan tata niaga impor kedelai,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel