Bisnis.com, JAKARTA—Pengusha plastik hilir merasa biaya produksi tak menyusut terpengaruh penurunan harga minyak mentah global.
Presiden Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) Tjokro Gunawan mengatakan harga bahan baku tetap mahal. Selain terdongkrak bea masuk, penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah bikin harga tambah mahal. Sementara beli di negeripun tetap pakai dolar.
“Meski di dunia harga bahan baku turun [karena harga minyak susut] tetapi hilir tidak terlalu menikmati karena rupiah melemah,” ucap Tjokro, Kamis (5/2/2015).
Aphindo menilai industri plastik hilir di Indonesia tak bisa menikmati momentum penurunan harga minyak mentah seperti di negara lain, seperti Thailand. Pasalnya penyusutan harga bahan baku tertutup depresiari rupiah terhadap dolar.
Sejalan dengan kondisi yang ada pengusaha di lini downstream melakukan penyesuaian harga jual hingga 5%. Pendorongnya bukan hanya gejolak kurs rupiah dan pengenaan bea masuk, tetapi juga kenaikan upah minimum pekerja serta inflasi.
“Setiap tahun ada adjustment. Kenaikan 0% sampai 5%, 0% ini mereka yang termakan marginnya. Ada juga mereka yang harganya tidak bisa naik,” tutur Tjokro.
Kebutuhan plastik dari seluruh jenis yang ada secara nasional pada tahun ini diperkirakan 3 juta ton hingga 4 juta ton. Kebutuhan terbesar tetap plastik kemasan berupa kantong plastik sampai botol plastik. Bahan plastik sejatinya subtitutor produk lain karena bisa gantikan gelas, kayu, dan metal.