Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku industri plastik hilir meminta pemerintah menurunkan bea masuk bahan baku plastik dan kemasan menjadi 5%.
Presiden Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (Aphindo) Tjokro Gunawan mengatakan persentase tersebut telah memperhitungkan kelangsungan bisnis di hulu perantara maupun hilir. Saat ini bea masuk yang berlaku sebesar 10%.
“Impor dari luar Asean ada bea masuk 10%, jadi kita beli lebih mahal. Tapi kalau kami minta jadi 0% takut hulu terjepit. Dengan hitungan kami, persentase ini hulu hidup dan hilirpun hidup,” tuturnya, Kamis (5/2/2015).
Bea masuk tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 19/2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Produk-produk Tertentu. Regulasi ini mencakup bahan baku plastik seperti polipropilena (PP) dan polietilena (PE).
Bea masuk sebesar 10% seperti yang berlaku sekarang dinilai kurang bersahabat bagi industri. Persentase ini kebesaran sehingga harga bahan baku impor kurang kompetitif. Bea masuk 10% membuat pengusaha mau tak mau lebih pilih impor dari negara yang masuk dalam kemitraan Asean – China Free Trade Agreement (ACFTA).
Raw material impor tak bisa ditepiskan mengingat suplai dari dalam negeri belum mencukupi kebutuhan. Ekspansi bisnis di sektor hulu butuh waktu, sehingga hilir harus impor untuk memenuhi kebutuhan. Impor PP pada tahun ini diperkirakan 700.000 ton, sedangkan PE sekitar 500.000 ton. Sementara kebutuhan PP mencapai 1,5 juta ton dan 1,3 juta ton untuk polietilena.