Bisnis.com, TANGERANG -- Ketua Asosiasi Peternak dan Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) Boedi Mranata bersyukur tiga perusahaan lokal dapat kembali memasarkan produk sarang burung walet ke China mengingat negara itu memiliki pengamanan produk impor yang sangat ketat setelah memasuki masa perdagangan bebas 5 tahun lalu.
Pengamanan tersebut meliputi sistem ketelusuran (traceability), higienitas, sanitasi dan yang terpenting bebas dari virus Avian Influenza atau penyakit unggas lainnya.
“Dari rumah burung sampai ke Bandara ada barcode yang berisi 40 informasi untuk diketahui pemerintah China untuk menjamin keamanan pangan dan ketelusurannya,” katanya.
Dia mengatakan sebelum adanya perdagangan bebas, produksi sarang burung walet pernah mencapai 700 ton, 95% diekspor dengan permintaan terbesar berada di China.
Namun, perdagangan bebas membuat otoritas Tiongkok memperketat sistem keamanan pangan yang berdampak pada stagnannya produksi di angka 450-500 ton selama tiga tahun terakhir.
Kondisi itu juga menyebabkan jatuhnya harga burung walet dari harga normal US$ 2000 per kg menjadi hanya US$ 600 per kg.Pembudidaya sarang burung walet pun memilih untuk menutup usahanya.
“Saat ini sudah membaik menjadi US$ 1000 per kg. Kami juga berharap pembudidaya yang sudah tutup kembali melihat ini karena pasar Tiongkok kembali prospektif,” katanya.
Eksportasi komoditas sarang burung walet ke negeri Tiongkok kembali dibuka setelah berhasil melewati persyaratan higienitas dan mutu oleh Otoritas Karantina Tiongkok sejak 2010.
Sebelumnya, Badan Karantina mencatat tujuan ekspor sarang burung walet antara lain Kanada, Hongkong, Italia, Jepang, Kamboja, Malaysia, Filphina, Singapura, Taiwan, USA, Australia, Belgia, Macau, Thailand Belanda dan Korea.
Total volume ekspor sarang burung walet tahun lalu mencapai 494 ton dengan nilai Rp7,5 triliun setahun.