Bisnis.com, JAKARTA - Sosok Susi Pudjiastuti, wanita kelahiran Pangandaran, 15 Januari 1965, langsung mendapatkan perhatian publik di Tanah Air, sejak dirinya dipercaya Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Susi menuai kontroversi karena kedapatan menghisap sebatang rokok dan memiliki tato, sesuatu yang tidak lazim dimiliki oleh menteri Indonesia. Bahkan terkait pendidikannya, yang tidak tamat SMP.
Hal lain, yang membuat dia --peraih Young Entrepreneur of the Year dari Ernst and Young Indonesia 2005-- menjadi trending topik di masyarakat adalah saat dirinya memerintahkan dan melaksanakan kebijakan menenggelamkan kapal ikan asing yang melakukan illegal fishing. Tak karuan, kebijakan itu, salah satu kebijakannya, membuat populertitas dirinya lebih tinggi dibanding menteri lainnya.
Pemilik PT ASI Pudjiastuti Marine Product, eksportir hasil perikanan, pun menjadi trending isu di media sosial. Owner PT ASI Pudjiastuti Aviation, yang mengoperasikan sekitar 50 pesawat dari berbagai jenis, terus melahirkan kebijakan yang tak lazim, khususnya bagi para pemain di industri perikanan. Tak ayal, kebijakan yang tidak populis itu, membuat sejumlah kalangan dari dunia perikanan, menjerit.
Salah satu contohnya --dari beragam asosiasi perikanan dan nelayan-- saat rapat dengan DPR, mengadu, mengeluh. Menurut mereka, kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti --penerima Award for Innovative Achievements, Extraordinary Leadership and Significant Contributions to the Economy, APEC, 2011-- membuat mereka syok. Bahkan, ibu dari empat anak ini, dinilai otoriter. Lantaran, para pelaku tidak dilibatkan dan kebijakan diberlakukan tanpa sosialisasi.
"Kami sedang syok dengan kebijakan Ibu Susi," kata Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichin dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (21/1/2015).
Menurut Yussuf, pada awalnya, pihaknya, sangat bangga memiliki Menteri Kelautan dan Perikanan yang membuat gebrakan tentang "illegal fishing" (pencurian ikan). Namun, seiring dengan waktu, kebanggaan itu berbalik. Terutama setelah ibu dari 4 anak ini --Panji Hilmansyah, Nadine Kaiser, Alvy von Strombeck, Xavier von Strombeck-- mengeluarkan sejumlah kebijakan sejak Susi dilantik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dalam jajaran Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo.
Dari berbagai kebijakan Menteri Susi yang dikritik oleh para asosiasi perikanan itu a.l. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 56/2014, No 57/2014, No 58/2014, No 1/2015, dan No 2/2015.
Selain tidak pernah diajak bicara, Yussuf mengatakan, pihaknya dan juga berbagai asosiasi perikanan lainnya, tidak pernah diajak berdialog dalam pembuatan. Tidak ada sosialisasi drafnya kebijakannya. "Secara tiba-tiba, langsung diberlakukan di lapangan," tutur Yusuf.
"Mengelola negara tidak sama dengan mengelola perusahaan. Mengelola negara tidak sama dgn mengelola warung kopi," sindir Ketum HNSI.
Padahal, ia mengingatkan di dalam negara yang demokratis seharusnya semua kebijakan harus diserap aspirasinya dari masyarakat. "Jangan tiba-tiba diberlakukan secara "sudden death" (tiba-tiba)."
Menurut dia, dengan Permen KP yang telah dikeluarkan Menteri Susi selama ini dinilai tidak membuat negara melindungi nelayan dalam negeri serta juga tidak bisa mensejahterakan nelayan. "Kebijakan ini menyimpang dari falsafah negara," katanya.
Adakah semua itu menggentarkan Susi? Terlebih jika kemudian itu membuat dirinya dicopot sebagai menteri oleh Presiden? Pengusaha perikanan, penerbangan, yang kemudian menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, tidak apa-apa bila dicopot dari jabatannya di Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Jokowi.
Perempuan karir itu yakin yang dia lakukan selaras dengan kebijakan Indonesia sebagai poros maritim dunia. "Saya kalau dicopot sebagai menteri juga tidak apa-apa," kata dia.
Menurut dia, selama ini yang dilakukan telah sesuai dengan visi dan misi dari pemerintah yang ingin menonjolkan aspek kemaritiman di Tanah Air.
Untuk itu, ia juga menegaskan, berbagai aturan yang dikeluarkan, di antaranya moratorium izin penangkapan ikan dan larangan transshipment (alih muatan di tengah laut), untuk merawat laut Indonesia agar tetap lestari.
Dia juga tidak mempermasalahkan bila berbagai kebijakan yang dia dorong membuat dia tidak populer atau mendapat banyak kritik. Dia mengevaluasi izin penangkapan ribuan kapal ikan asing.