Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan Bunga KPR FLPP Baru Terdampak Pada Semester II/2015

Dampak insentif dari pemerintah berupa penurunan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) sederhana lewat skema fasilitas likuditas pembiayaan perumahan (FLPP) baru terasa pada semester II/2015.
Dampak insentif dari pemerintah berupa penurunan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) sederhana lewat skema fasilitas likuditas pembiayaan perumahan (FLPP) baru terasa pada semester II/2015./Bisnis.com
Dampak insentif dari pemerintah berupa penurunan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) sederhana lewat skema fasilitas likuditas pembiayaan perumahan (FLPP) baru terasa pada semester II/2015./Bisnis.com

Bisnis.com, MALANG — Dampak insentif dari pemerintah berupa penurunan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) sederhana lewat skema fasilitas likuditas pembiayaan perumahan (FLPP) baru terasa pada semester II/2015.

Ketua DPC Realestat Indonesia (REI) Malang Umang Gianto mengatakan dengan penurunan bunga KPR bersubsidi menjadi 5%, maka kemampuan end user dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) makin besar.

“Jadi masyarakat yang berhasilan Rp1,8 juta per bulan pun bisa berkesempatan memiliki karena angsuran hanya Rp600.000 per bulan,” kata Umang Gianto di Malang, Rabu (21/1/2015).

Dengan begitu maka permintaan terhadap rumah bersubsidi menjadi lebih besar. Apalagi jika pemerintah juga menyubsisi uang muka KPR untuk rumah sederhana, maka kemampuan masyarakat membeli rumah menjadi makin besar.

“Komitmen pemerintah untuk menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah ini patut didukung,” ujarnya.

Dari sisi pengembang, adanya penurunan harga semen menjadikan biaya produksi menjadi berkurang sehingga margin yang mereka terima menjadi lebih baik.

Namun problemnya, penyediaan rumah tidak langsung dapat direalisasikan meski ada insentif dari pemerintah.

Pengembang masih perlu waktu untuk membebaskan tanah serta mengerjakan proyek fisiknya.

Karena itulah, dampak dari kebijakan pemerintah tersebut baru terasa pada semester II/2015 dan mencapai booming pada 2016.

Yang menjadi masalah, pengembang jangan memanfaatkan tersebut secara aji mumpung. Mereka hanya menyediakan rumah tanpa mempertimbangkan pembangunan kawasan.

Karena itulah, orientasi pengembang mestinya pada pengembangan kawasan, tidak hanya menyediakan rumah.

Dengan begitu, maka komplek perumahan bersubsidi idealnya cukup luas sehingga infrastruktur yang tersedia baik dan kawasannya bisa berkembang, tidak kumuh.

“Karena itulah, pengembang juga dituntut idealis, jangan hanya memburu mendapatkan keuntungan yang besar,” ujarnya.

Yang menjadi masalah, terkait dengan penyediaan tanah. Jangan sampai tanah untuk rumah bersubsidi harganya terus naik sehingga menjadi tidak layak untuk dibangun rumah bersubsidi.

“Untuk membangun rumah bersubsidi, harga tanah berkisar Rp100.000-Rp150.000  per m². Jika diatas itu, maka tidak feasible lagi dibangun rumah bersubsidi,” ujarnya.

Untuk di Malang, kata Umang yang juga Direktur Utama PT Bulan Terang Utama, pengembang rumah bersubsidi di Kota Malang itu, harga tanah yang mencapai Rp100.000-Rp150.000 per m² masih ada, namun berada di wilayah Kab. Malang.

Karena itulah, dia memprediksikan, pasokan dan permintaan atas rumah bersubsidi pada semester II/2015 akan meningkat dan puncaknya pada 2016.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper