Bisnis.com, JAKARTA--Preferensi tarif ekspor ke Amerika Serikat diyakini langsung mengerek kinerja ekspor pertekstilan hingga dua kali lipat dalam dua tahun sejak diberlakukan.
Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ramon Bangun mengatakan kenaikan tersebut lebih kepada nilai ekspor, sedangkan pertumbuhan volume bisa lebih tinggi lagi.
"Karena sekarang ini banyak pabrik tekstil kita produksinya masih under capacity, alias masih dikerjakan dengan satu shift saja," tuturnya kepada Bisnis, Jumat (16/1/2015).
Preferensi tarif secara khusus merujuk kepada Amerika Serikat. Hal ini dapat dinikmati produsen tekstil domestik untuk ekspor ke AS melalui Trans Pasific Partnership (TPP). Tekstil buatan RI diyakini bakal lebih laris ketimbang Vietnam jika ada preferensi tarif.
Preferensi tarif tersebut membukakan jalan kepada produsen tekstil agar lebih leluasa merambah pasar tekstil dan produk tekstil (TPT) kelas bawah. Selama ini mereka lebih banyak berkecimpung segmen menengah.
"[Perdagangan ekspor] seperti piramida, sedangkan kalau piramida itu kan tengahnya lebih sedikit dibandingkan yang bawah. Kalau bisa rambah yang bahwa, ekspor cepat naik," papar Ramon.
Kini pangsa pasar tekstil buatan Indonesia di Amerika Serikat 36%, sedangkan di Eropa cuma 14%. Sepanjang tahun lalu, ekspor TPT tercatat US$12,66 miliar, sedangkan impor senilai US$7,12 miliar.