Bisnis.com, JAKARTA - Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk merevisi lampiran dalam Permen ESDM No.1/2014 menuai respons positif.
Meski, langkah tersebut ada yang menyalahartikan sebagai tindakan pelonggaran ekspor mineral mentah (ore).
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R. Sukhyar mengatakan pihaknya banyak sekali menerima panggilan yang meminta kejelasan mengenai rencana pemerintah tersebut.
"Bahkan kabar pelonggaran ekspor mineral mentah sudah menyebar hingga ke China dan mereka menunggu respons kami. Saya tegaskan tidak ada pelonggaran ekspor mineral mentah," katanya, Kamis (15/1/2015).
Menurutnya, revisi tersebut menambahkan adanya produk olahan tambahan yakni prophan yang tidak diakomodir oleh Permen ESDM No.1/2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.
Alasannya, jelasnya, dulu tidak terpikirkan produk seperti prophan ini bisa laku di pasaran. Padahal, bahan baku yang digunakan adalah bijih bauksit yang sangat melimpah di Indonesia.
"Jadi yang dulu seperti wash bauxide atau sinter ore tetap tidak boleh ekspor sehingga tidak ada namanya pelonggaran ekspor ore," ungkapnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Teknologi dan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Tekmira ESDM) Dede I. Suhendra mengatakan ada lima komoditas yang diubah dalam lampiran yakni bauksit, pasir besi, zirkon, bentonit, dan celuroid logam tembaga.
"Khusus soal komoditas bauksit, akan ditambahkan produk baru, yaitu prophan dengan kadar aluminium minimum 78%," katanya.
LANGKAH TEPAT
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur menilai bahwa rencana revisi beleid itu merupakan langkah yang tepat.
Alasannya, para pengusaha tambang selama ini terbentur dengan kebijakan larangan ekspor bahan mineral mentah sehingga banyak perusahaan yang tutup dan ekonomi daerah tidak berkembang akibat berkurangnya penerimaan pajak di daerah.
Dia mengungkapkan ada beberapa komoditi yang sangat dibutuhkan pasar misalnya produk akhir bauksit jenis propan yang berkadar alumunium 78% sebagai pelengkap industri shale gas.
"Untuk itu, kami mengapresiasi langkah pemerintah," ujarnya.
Selain komoditas itu, ada konsentrat pasir besi yang digolongkan dalam pencatatan harmonisasi sistem (HS) pada konsentrat titanium sehingga terkena harga patokan ekspor (HPE) yang lebih mahal.
Dengan adanya revisi lampiran itu, pemerintah akan mengubah namanya dari konsentrat pasir besi menjadi konsentrat besi. "Hal ini dapat memudahkan pengusaha untuk melakukan ekspor," katanya.
Natsir juga mengungkapkan pemerintah akan mengubah penamaan pasir zirkonium dengan memasukkan kandungan hafnium (Hf) sehingga para pengusaha dapat mengekspor kadar minimumnya menjadi Zr+Hf 65,5%.
Selain perubahan dalam penamaan komoditas, pemerintah juga menurunkan kadar mineral pada non-logam bentonit dan tembaga batangan telurit. "Saya harap langkah tersebut bisa ikut menggairahkan para pelaku tambang di daerah, ujarnya.