Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Premi Asuransi Naik: Kemenperin Anggap Wajar Pengusaha Protes

Protes pebisnis industri tekstil dan produk tekstil terhadap kenaikan premi asuransi yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan dinilai Kementerian Perindustrian wajar.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Protes pebisnis industri tekstil dan produk tekstil terhadap kenaikan premi asuransi yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan dinilai Kementerian Perindustrian wajar.

Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ramon Bangun mengatakan selayaknya perusahaan yang bertahun-tahun tak pernah mengajukan klaim maka preminnya diturunkan.

"Tapi aturan yang dibuat Otoritas Jasa Keuangan [OJK] seperti itu [tarifnya naik], maka kita tunggu saja kebijakan selanjutnya," ucap Ramon, Senin (5/1/2015).

Beberapa pekan lalu Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengeluhkan soal asuransi ini.

Premi asuransi yang mesti ditanggung pengusaha kini lebih dari 300%.

Ini harus ditanggung semua perusahaan tertanggung meskipun sejak lama tak pernah ajukan klaim.

Ramon berpendapat diskon bagi perusahaan yang lama tak pernah mengajukan klaim merupakan keringanan yang pantas didapat pengusaha.

Hal ini seperti sistem yang berlaku pada asuransi kendaraan, apabila sekian lama tidak ada tabrakan maupun klaim maka preminya turun.

"Hal ini belum disampaikan API kepada OJK, ini masih sebatas curahan hati pengusaha saja," ujar Ramon.

Ketua API Jawa Timur Sherlina Kawilarang meminta tarif asuransi dikembalikan ke tarif lama.

Kenaikan tarif asuransi, menurutnya, tidak mempertimbangkan daya saing industri nasional dan sekadar memperkaya perusahaan asing.

"Kembalikan tarif wajar dan berikan penurunan tarif berkala bagi peserta asuransi yang tidak pernah ajukan klaim," ucapnya.

Berdasarkan surat edaran Otoritas Jasa Keuangan No. SE-06/D.05/2013 tertanggal 13 Desember 2013 ditetapkan kenaikan tarif asuransi hampir 300%. Sebelumnya sekitar 0,12% menjadi 0,35%.

Berbagai hambatan di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berujung kepada bertambahnya pengangguran karena pabrik gulung tikar. Mayoritas perusahaan yang tutup beroperasi di hulu, sampai sekarang terdapat 600.000 mata pintal berhenti beroperasi.

Salah satu program pemerintah yang membantu produsen tekstil bertahan adalah restrukturisasi mesin yang digagas Kemenperin. "Utilitas bisa meningkat ditunjang restrukturisasi, kalau bisa tahun depan ini tetap dilanjutkan," kata Sherlina.

Sepanjang tahun ini program tersebut menambah 4 juta mata pintal dan 60.000 mesin khusus di sektor garmen.

Penambahan puluhan ribu mesin ini sama dengan penyerapan 90.000 tenaga kerja baru.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper