Bisnis.com, YOGYAKARTA - Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Daerah Istimewa Yogyakarta mengkawatirkan pemberlakuan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) akan mengurangi daya saing produk ekspor Indonesia.
"Mudah-mudahan semua (pengusaha mebel) siap, namun jika ternyata tidak kami khawatir daya saing produk akan berkurang," kata Wakil Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan (Asmindo) DIY, Endro Wardoyo di Yogyakarta, Minggu (28/12/2014).
Menurut dia, dengan adanya pemberlakuan SVLK per 1 Januari 2015 pengusaha mebel atau kerajinan berbahan baku kayu lainnya terpaksa mengeluarkan biaya tambahan, mulai dari produksi sendiri hingga pengurusan sertifikat SVLK.
Padahal, kata dia, berbagai bahan baku kerajinan telah mengalami kenaikan harga akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang memberatkan perajin kayu.
Menurut Endro, penerapan SVLK tidak murah. Ia menyebut untuk biaya pendampingan pembuatan SVLK, membutuhkan biaya Rp10-25 juta dan pengurusan di lembaga survei mencapai Rp25-40 juta. "Sehingga ini membutuhkan bantuan dari pemerintah," kata dia.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Mudrajad Kuncoro menilai orientasi pemberlakuan sistem SVLK sangat positif apabila mampu mendorong kualitas barang ekspor. "Namun jika sebaliknya justru menimbulkan beban berat bagi pengusaha maka perlu dikaji ulang," kata Mudrajad.
Dia menilai pengurusan SVLK yang rumit serta mahal justeru dapat memicu potensi berkurangnya jumlah eksportir khususnya di sektor produksi kayu.