Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur, tidak akan membiarkan para petani begitu saja, meski alokasi pupuk bersubsidi untuk tahun depan ada penurunan kuota dari tahun sebelumnya.
"Petani memang harus mandiri dan mampu menciptakan inovasi-inovasi baru dalam bidang pertanian, namun bukan berarti mereka akan 'dilepas' begitu saja. Pemkab akan tetap menjalankan program bantuan kepada petani, seperti peralatan pertanian dan benih unggulan," kata Bupati malang, Rendra Kresna, Sabtu (27/12/2014).
Ia menegaskan bantuan peralatan pertanian maupun benih unggul tersebut akan terus diberikan pada petani karena mereka berkontribusi sangat besar terhadap ketahanan pangan di daerah ini, bahkan mampu menyumbang pengadaan besar di sejumlah daerah karena setiap tahun selalu surplus beras hingga puluhan ribu ton.
Menurut Rendra, program pupuk bersubsidi bagi petani di daerah itu masih terus berlanjut, meski kuotanya ada pengurangan. Pada tahun 2015, kuota pupuk bersubsidi bagi petani di Kabupaten malang sebanyak 157.102 ton, sedangkan tahun 2014 sebanyak 158.636 ton.
Kuota pupuk bersubsidi sebanyak 157.102 ton itu terbagi menjadi lima jenis pupuk, yakni SP-36 sebanyak 5.727 ton, NPK 33.401 ton, Urea 49.5 89 ton, organik 26.692 ton, dan ZA sebanyak 41.693 ton. Sementara tahun lalu, kuota pupuk SP-36 sebanyak 5.734 ton, NPK 32.304 ton, Urea 50.364 ton, organik 27.319 ton, dan ZA sebanyak 42.915 ton.
Rendra mengatakan tujuan pengurangan kuota pupuk bersubsidi tersebut, agar petani bisa lebih mandiri dan tidak terus menerus "dimanja", sehingga petani bisa lebih kreatif untuk menciptakan terobosan baru dalam bidang pertanian, khususnya yang berkaitan dengan pupuk.
Hal ini karena kalau petani tidak melakukan terobosan dan inovasi, petani dan pengusaha lainnya tidak akan bisa bersaing di pasar bebas ASEAN yang sudah di depan pintu. "Kalau kita tidak kreatif dan inovatif, pasti akan sulit bersaing dengan negara-negara di kawasan ASEAN," tandasnya.
Rendra mengakui selama ini masih ada kendala di lapangan terkait distribusi pupuk bersubsidi tersebut, seperti keadministrasian pada pengecer pupuk bersubsidi dan di tingkat petani, sebagian masih belum memahami akan pentingnya rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).
"Melihat kondisi di lapangan yang masih seperti ini, kami akan memberikan pendampingan pada petani atau kelompok petani dalam menyusun RDKK, sehingga ke depan tidak akan ada masalah lagi dan kuota pupuk bersubsidi bisa digunakan secara optimal," kata Rendra.