Bisnis.com, TANGERANG—Lebih tingginya ongkos produksi pertanian kedelai dalam satu masa panen dibandingkan dengan hasil jual yang didapat petani diyakini sebagai penyebab komoditas pertanian ini semakin ditinggalkan di Provinsi Banten.
Syech Suhaimi, Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, menyatakan berdasarkan struktur ongkos rumah tangga usaha tanaman padi sawah, jagung, dan kedelai pada musim tanam 2014, tanaman kedelai memiliki tingkat profitabilitas minus dibanding padi, dan jagung.
“Pertanian padi sawah memiliki tingkat profitabilitas paling tinggi dengan keuntungan sekali panen di tiap satu hektar mencapai Rp5,11 juta, jagung Rp4,11 juta, sementara kedelai mengakibatkan petani rugi Rp850.000 per hektare,” ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (26/12/2014).
Menurutnya, untuk satu kali masa panen pada 2014, setiap satu hektar lahan pertanian kedelai membutuhkan ongkos produksi mencapai Rp7,3 juta, sementara hasil jual kedelai di pasar untuk satu hektar hanya menghasilkan Rp6,45 juta.
Komponen biaya budidaya kedelai paling besar adalah pada pengeluaran upah pekerja dan jasa pertanian yang mencapai 66,88% dari total ongkos produksi atau mencapai Rp4,88 juta untuk setiap hektare lahan.
Selain itu, biaya produksi lain yang juga relatif besar adalah pengeluaran sewa lahan yang mencapai 10,73% dari total produksi. Pada tahun ini, produksi kedelai dari Banten juga diprediksi mengalami penurunan.
Syech mengungkapkan penurunan produksi kedelai pada tahun ini salah satunya karena rasionalisasi anggaran 2014 mengakibatkan program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) untuk perluasan areal tanam kedelai khususnya di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak seluas 2.000 ha tidak dapat terealisasi.
Dengan demikian, produksi kedelai 2014 diperkirakan hanya mencapai 5.615 ton atau anjlok 45,62% atau setara dengan 4.711 ton dibandingkan tahun lalu.
Kendati luas panen kedelai pada tahun ini mengalami penurunan, ujarnya, produktivitas kedelai pada tiap lahan justru mengalami peningkatan 4,15%, dari 13,02 kuintal per hektar pada 2013 menjadi 13,57 kuintal per hektar pada 2014.
Selain produksi kedelai yang mengalami penurunan, ujarnya, produksi jagung juga dihitung mengalami penurunan sebanyak 6% dari tahun lalu, dengan capaian produksi hanya 11.320 ton pipilan kering.
Untuk produksi jagung, faktor dominan yang memengaruhi penurunan adalah bergesernya pola panen petani dari panen tua atau pipilan menjadi panen muda. Sebagian petani di Banten selatan seperti Pandeglang dan Lebak merasa mendapatkan untung lebih jika melakukan panen muda.
Sementara itu, penurunan produksi yang terjadi di daerah pertanian Tangerang dan Serang, lanjutnya, terjadi karena alih komoditas tanaman dari pangan menjadi hortikultura. Akibatnya, angka ramalan II/2014 yang dikeluarkan BPS menunjukkan penurunan produksi 0,27 kuintal per hektar atau turun 0,79% bila dibandingkan tahun 2013.
Syech juga menjelaskan produksi padi pada 2014 diperkirakan mengalami penurunan sebesar 2,96% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan produksi akibat semakin berkurangnya luas panen lahan dan produktivitas.
“Walaupun untuk komoditas padi sawah mengalami peningkatan luas panen sebanyak 1,53 ribu hektar atau 0,43% dibandingkan 2013, tetapi produksi padi sawah lebih rendah 0,8% bila dibandingkan 2013,” katanya.
Menurutnya, salah satu faktor penyebab penurunan produktivitas padi sawah adalah meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman atau hama. Selain itu, komoditas padi ladang juga diperkirakan mengalami penurunan yang sangat signifikan.
Pada tahun ini, luas panen padi ladang diperkirakan turun 46.090 hektar atau berkurang 35,88% dari tahun sebelumnya. Selain itu, produktivitas padi ladang juga diperkirakan mengalami penurunan 1,12 kuintal per hektar atau turun 3,26% dari 2013..
m.