Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia Ismed Hasan Putro mendesak pemerintah menghentikan impor gula rafinasi. Dia menilai dampak stok gula rafinasi yang besar telah mematikan petani tebu di Indonesia.
"Pemerintah harus stop impor gula rafinasi. Petani tebu sudah menangis. Saya bersama mereka, menangis kalau ketemu, karena harga pokok produksinya sudah gak mungkin menjual gula tebu. Stok menumpuk di gudang," kata Ismed kepada Bisnis di Jakarta, Rabu (10/12).
Ia menceritakan kondisi petani tebu dan industri gula di Indonesia sekarang sedang terjepit. Penyebabnya adalah ulah mafia gula, yang diatur oleh pemerintah lama melalui Kementerian Perdagangan.
"Saya masih skeptis, apakah pemerintahan sekarang ini berani memberantas mafia gula, daging dan kedelai. Ini bukan hanya bicara mafia migas," kata Ismed sembari menyebut sejumlah nama yang semula adalah pejabat di kementerian periode sebelumnya.
Ismed mengatakan, dalam sepekan dirinya empat hari berada di lapangan termasuk bersama para petani gula di seluruh daerah operasi PT RNI. "Mereka menangis. Saya di Jogja bersama Sultan menemui petani tebu, Sultan [HBX] juga terdiam karena sedih melihat nasib petani tebu," ujarnya.
Penyebab utama gula tebu tidak bisa dijual dengan kompetitif, menurut Ismed, adalah banjir gula rafinasi di pasar yang merupakan kebijakan impor Kementerian Perdagangan di masa lalu.
Harga pokok gula tebu, menurut dia, saat ini di atas Rp12.000 per kg, tetapi gula rafinasi yang banjir di pasar dijual dengan harga Rp7.000 per kg, karena produk tersebut diberikan fasilitas bebas bea masuk.
"Ini kan gila. Mana ada HPP di atas Rp12.000 bisa bersaing dengan gula rafinasi yang Rp7.000 karena bebas bea masuk. Karena itu batasi bahkan kalau perlu stop impor gula rafinasi," papar Ismed Hasan Putro.