Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspadai Dualisme Efek Penurunan Harga Minyak

Pemerintah perlu mewaspadai dualisme dampak anjloknya harga minyak dunia terhadap kondisi perekonomian dalam negeri.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah perlu mewaspadai dualisme dampak anjloknya harga minyak dunia terhadap kondisi perekonomian dalam negeri.

Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan perlemahan harga minyak dunia bisa dilihat dari 2 sisi.

“Pertama dari neraca transaksi berjalan yang bisa memburuk karena 60% ekspor kita komoditas otomatis tetapi kedua, defisit fiskal bisa dikurangi karena subsidi BBM turun,” tuturnya, Rabu (10/12).

Harga minyak dunia anjlok lebih dari 30% sepanjang tahun ini dari harga tertinggi pada kisaran US$107 per barel.

Kemarin petang harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI)—harga minyak yang sering dijadikan acuan—tercatat melemah 1,80% ke level US$62,67 per barel di New York Mercantile Exchange (Nymex).

Depresiasi harga minyak, sambung Fauzi, memicu perlemahan di sektor komoditas lain, terutama batubara dan minyak kelapa sawit mentah.

Dua komoditas itu adalah andalan ekspor Indonesia. Dia menyatakan korelasi statistik antara minyak mentah dengan batubara mencapai 70%-80%.

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan harga batubara acuan (HBA) per Desember turun ke level US$64,65 per ton dari posisi di bulan sebelumnya yakni US$65,70 per ton.

Harga ini mengikuti penurunan di pasar spot. Sementara itu harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang terpantau di situs Bursa Malaysia Derivatives tercatat melemah ke kisaran Rp7,7 juta per ton.

Dengan kondisi demikian, tim ekonomi Standard Chartered menilai defisit neraca transaksi berjalan masih cukup besar tahun ini yakni di kisaran US$25 miliar. Jumlah itu akan menurun ke kisaran US$20 miliar pada 2015.

Sementara itu meski perlemahan harga minyak mentah bisa menurunkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dampak netto terhadap kondisi fiskal tetap positif.

Terlebih, jika pemerintah sudah menerapkan mekanisme subsidi tetap atau fixed subsidy dan mengurangi volume BBM bersubsidi.

Dia meyakini defisit APBN bisa ditekan ke level 2% terhadap produk domestik bruto (PDB) dari defisit yang ditetapkan pada APBN 2015 sebesar 2,21% terhadap PDB.

Menurutnya 20% hasil penghematan subsidi BBM akan diperuntukkan untuk menambal defisit, 20% untuk penanggulangan kemiskinan, dan 60% ke proyek infrastruktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper