Bisnis.com, JAKARTA—Supply Chain Indonesia (SCI) menilai maraknya jasa logistik yang tidak berbadan hukum akibat tidak adanya unifikasi hukum atau aturan di sektor logistik.
Pakar Hukum SCI Dhanang Widijawan mengatakan lembaga atau kementerian seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian komunikasi dan Informasi mengeluarkan produk izin usaha sendiri di sektor pengiriman dan logistik sehingga menimbulkan celah untuk mendirikan usaha jasa ini secara ilegal.
“Akibatnya law enforcement atau penegakan hukum untuk menertibkan jasa pengiriman dan logistik illegal lemah,” tuturnya, Kamis (4/12/2014).
Sebagai contoh, tuturnya, Kementerian Perhubungan mengeluarkan izin usaha pengiriman dan logistik melalui forwarding, sementara Kementerian Komunikasi dan Informasi mengeluarkan izin melalui izin jasa pengiriman barang atau kurir.
“Bagaimana mau menertibkan yang ilegal karena banyak sekali produk izin dari masing-masing kementerian,” katanya.
Untuk itu, kata Dhanang, perlu unifikasi hukum agar melindungi pertama pelaku usaha yang dirugikan karena pendapatannya tergerus jasa pengiriman dan logistik illegal, kedua melindungi konsumen sebagai end user yang dirugikan akibat tidak dilindungi hukum.
Menurutnya, selama ini UU No.38/2009 tentang Pos termasuk di dalamnya mengenai perizinan perusahaan sektor pengiriman, kurir dan ragam logistik lainnya belum mampu sepenuhnya berjalan.
Untuk melindungi dampak negatif dari jasa pengiriman dan logistik ilegal, pertama, setiap pelaku usaha harus mencantumkan izin usahanya atau izin operasinya. Dengan demikian, konsumen mengetahui operator yang digunakan tersebut legal atau ilegal.
Kedua, edukasi seperti sosialisasi dari pemerintah dan pelaku usaha mengenai aspek legalitas sangat penting di sektor bisnis ini terkait perlindungan hukum atas barang yang akan didistribusikan operator.
Ketiga, konsumen harus lebih kritis untuk mengetahui jasa yang akan digunakan ilegal atau legal, tidak hanya karena tarif murah yang ditawarkan tapi aspek legalitas sangat penting.