Bisnis.com, YOGYAKARTA-- Pemerintah diharapkan melakukan kebijakan ofensif memperluas pasar dan aktivitas ekonomi di negara-negara ASEAN menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
"Apabila berhasil, manfaat optimal bisa dinikmati dari integrasi ekonomi tersebut," kata Wakil Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Edy Suandi Hamid di Yogyakarta, Sabtu (29/11/2014).
Dengan kebijakan itu, kata dia, ekspansi ekonomi terjadi, dan ini bisa meningkatkan peluang kerja, peluang usaha, dan peluang ekonomi yang luas bagi para pelaku ekonomi di Tanah Air.
Selain itu juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih cepat, serta kesejahteraan masyarakat juga menjadi lebih baik.
Menurut dia, strategi dan edukasi masyarakat terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 harus lebih dipertegas, tidak hanya "all out" mempertahankan diri dari gempuran kekuatan ekonomi luar.
Jika hanya melakukan kebijakan yang bersifat defensif, berarti sudah memposisikan diri sebagai korban dari integrasi ekonomi tersebut.
"Untuk itu, kita tetap berusaha mempertahankan pasar yang ada (defensif), tetapi secara simultan juga melakukan kebijakan yang ofensif untuk memperluas pasar dan aktivitas ekonomi di negara ASEAN lainnya," kata Edy.
Ia mengatakan seharusnya kebijakan Indonesia juga lebih bersifat ofensif untuk mendapatkan pasar baru di negara anggota ASEAN.
Misalnya, bagaimana para tenaga kerja profesional dan penganggur terdidik juga bisa memanfaatkan bursa kerja di negara ASEAN lainnya untuk memperoleh devisa dari sana.
"Demikian juga produk barang-barang kita didorong meningkat produksinya untuk memasarkan hasilnya ke negara ASEAN lainnya," kata Edy yang juga Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi).
Menurut dia, dengan menyatunya ekonomi ASEAN dalam MEA maka pasar Indonesia berlipat lebih dari dua kali lipat, dari 250 juta menjadi 600 juta orang, total penduduk ASEAN saat ini.
Dengan demikian, Indonesia bisa membeli bahan baku dari negara ASEAN lainnya dengan pembebasan bea masuk, bisa investasi untuk membangun pembangkit tenaga listrik di Myanmar.
"Indonesia juga bisa tanam modal di Laos, membuat rumah sakit di Brunei Darussalam, mengekspor sepeda motor ke Vietnam, atau bekerja di korporasi raksasa yang ada di Singapura," katanya.