Bisnis.com, JAKARTA-- Guna merangsang pertumbuhan industri hulu yang menghasilkan bahan baku diperlukan rangsangan. Oleh karena itu Kemenperin mengusulkan pemberian insentif tertentu kepada industri yang menghasilkan intermediate goods.
Kepala Pusat Pengakajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri Kemenperin Harris Munandar menyatakan pihaknya telah menyampaikan daftar barang setengah jadi yang diusulkan mendapat kelonggaran fiskal dari Kemenkeu.
"Konsepnya sudah kami sampaikan kepada Badan Kebijakan Fiskal. Industri barang setengah jadi ini dasarnya dari sembilan kelompok subsektor industri. Kami ambil yang defisit ekspor impornya paling besar," ucapnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (28/11/2014).
Adapun sembilan sektor industri yang dimaksud ialah makanan, minuman, dan tembakau; tekstil, barang kulit, dan alas kaki; barang kayu dan hasil hutan lainnya; kertas dan barang cetakan; pupuk, kimia, dan barang dari karet; semen dan barang galian bukan logam; logam dasar dan besi baja; alat angkut, mesin, dan peralatannya; dan sektor lain.
Apabila usulan fasilitas fiskal bagi industri barang setengah jadi dari sembilan industri itu disetujui Kemenkeu akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Hal ini berbeda dari insentif fiskal untuk industri yang diatur dalam PMK 192/2014.
"Proses [pembahasan usulan insentif industri intermediate goods] ini masih lama. Sekarang baru di level bawah. Nanti bahan baku untuk produksi intermediate goods kami kasih fasilitas bea masuk," ucap Harris.
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan berdasarkan kode HS 10 digit selama Januari 2010 – April 2014 menunjukkan ada 9.023 produk hasil industri yang diimpor ke Indonesia. Apabila dikelompokkan berdasarka Broad Economic Categories (BEC) impor dominan sebesar 66,70% adalah bahan baku dan penolong.
Porsi lainnya diisi kelompok barang modal dengan pangsa 26,73% dan kelompok barang konsumsi dengan pangsa 6,57%. Produk impor untuk tiga kelompok barang tersebut paling banyak berasal dari China, yakni porsinya 17,53% untuk bahan baku, 27,64% untuk barang modal, dan 24,13% untuk barang konsumsi.