Bisnis.com, JAKARTA - SKK Migas berharap dana penghematan dari subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) Rp2.000/liter bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur gas dan sistem transportasi massal.
Kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut juga memberi sinyal perlu segera dilakukan program konversi BBM ke bahan bakar alternatif lainnya seperti gas dan biofuel dan sebagainya.
Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana mengatakan setelah penaikan harga BBM bersubsidi, sebaiknya subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan infrastruktur gas dan sistem transportasi massal.
Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi Rp2.000 per liter. Kenaikan harga ini akan mengurangi besar subsidi BBM di APBN hingga Rp120 triliun.
"Suplai energi dan transportasi itu dua hal strategis yang wajib dikendalikan dan dilaksanakan oleh negara [pemerintah]. Subsidi wajib diarahkan kepada dua hal ini," kata Gde ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (25/11/2014).
Menurut Gde, yang perlu diperhitungkan juga adalah 90% cekungan di Indonesia bagian barat yang kaya minyak sudah dieksplorasi. Sementara itu, cekungan di kawasan Indonesia timur yang kaya akan gas baru 10% yang dieksplorasi.
Berdasarkan kenyataan itu, Indonesia memang akan lebih banyak menghasilkan gas daripada minyak dalam 5-6 tahun ke depan. Tentunya, pola konsumsi juga akan berubah dari minyak menjadi lebih banyak gas.
Gde menegaskan apapun hambatannya, kebutuhan untuk mengonversi BBM ke BBG sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Selain karena cadangan minyak sudah menipis sementara cadangan gas melimpah, gas juga terbukti bersih. Penggunaan gas untuk transportasi juga jauh lebih murah.
Kemudian, subsidi juga bisa dialihkan untuk sistem transportasi massal. Sebagai ilustrasi, mobil dengan CC 2.000 untuk jarak Jakarta-Bandung pulang pergi saat ini bisa menghabiskan Rp400.000-500.000. Namun, jika misalnya kereta api disubsidi, maka Jakarta-Bandung pulang pergi nanti bisa hanya menghabiskan Rp50.000.