Bisnis.com, JAKARTA - Aksi mogok beroperasi yang dilakukan oleh Organisasi Angkutan Daerah atau Organda memukul sektor transportasi umum di berbagai daerah sehingga pemerintah mengambil langkah cepat untuk memenuhi tuntutan pelaku usaha.
DPP Organda menyatakan di Jakarta, Pemprov DKI membuka ruang untuk bernegosiasi dengan para pelaku usaha angkutan terkait tuntutan agar kenaikan tarif layanan penumpang minimal 30%, bukan 10% seperti yang diutarakan Kementerian Perhubungan.
“Di Jawa Barat sudah tercapai kenaikan tarif 30%,” kata Ketua DPP Organda Eka Sari Lorena Surbakti, Rabu (19/11/2014).
Dia melanjutkan di Jawa Timur, berdasarkan laporan DPD Organda setempat, angkutan umum melakukan aksi mogok beroperasi sehingga memaksa Gubernur Jawa Timur, Sukarwo untuk membuka ruang negosiasi.
Di Sumatra Barat, lanjutnya, pihaknya mendapatkan aksi mogok beroperasi yang dilakukan pengusaha angkutan umum menyebabkan aktivitas transportasi di beberapa kota pada provinsi tersebut menjadi lumpuh.
“Di Kalimantan Barat, pemerintah setempat sudah sepakat bus AC naik 35%, bus ekonomi 26%,” tambahnya.
Aksi mogok, ujarnya, tidak hanya dilakukan oleh angkutan penumpang saja. Pihak Organda Angkutan Khusus Pelabuhan di beberapa daerah pun melakukan aksi serupa.
DPC Angsuspel Tanjung Priok, menurutnya, berhenti beroperasi sebesar dengan persentase 50%. di Tanjung Perak, Surabaya serta Belawan, Medan, ucapnya, berhenti 100%. Hal serupa juga dialkukan oleh DPC Angsuspel Pelabuhan Dumai, Riau.
“Aki mogok yang kami lakukan juga memberikan dampak lain yakni Kemenhub mengintensifkan koordinasi dengan pihak lain seperti Kementerian Keuangan terkait permintaan insetif fiskal yang kami minta agar kami bisa meremajakan angkutan,” ujarnya.
Eka mengatakan seandainya sejak setahun silam pemerintah merespons apa yang menjadi tuntutan Organda, pihaknya tidak perlu melakukan aksi mogok beroperasi di seluruh wilayah Indonesia. Tuntutan tersebut di antaranya penghapusan Bea Masuk (BM) suku cadang, pemberian kredit dengan bunga lunak untuk meremajakan angkutan serta pemberian subsidi BBM kepada angkutan.
Sekjen DPP Organda Andrianyah mengatakan kenaikan tarif 10% akibat perubahan harga BBM bersubsidi, yang diungkapkan oleh Menteri Perhubungan, tidak berdasar. Menurutnya, semestinya pemerintah memahami perhitungan tarif angkutan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri (PM) 82/2002 perhitungan tarif angkutan umum.
“Berdasarkan PM itu, maka kenaikan tarif harus berkisar 27% hingga 32% bukan 10%. Kemenhub seharusnya konsisten terhadap peraturan yang dikeluarkan,” ucapnya.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub, Julius A. Barata menyayangkan aksi mogok beroperasi yang dilakukan oleh pengusaha transportasi umum dan dikoordinasikan oleh Organda. Pasalnya, aksi tersebut, menurutnya merugikan masyarakat umum yang menjadi konsumen.
“Seharusnya ada tahapan yang dilakukan sebelum melakukan aksi mogok. Kalau mogok, masyarakat umum bisa semakin antipati terhadap angkutan umum,” ujarnya.