Bisnis.com, JAKARTA- DPP Organda bakal melakukan aksi mogok Rabu (19/11/2014), sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi.
Ketua DPP Organda Eka Sari Lorena Surbakti mengatakan selama ini angkutan umum hanya menggunakan sekitar 7% dari BBM bersubsidi. Sisanya, lebih dari 90% BBM tersebut justru digunakan oleh angkutan pribadi.
“Sudah dari jauh-jauh hari, Organda menyampaikan kepada pemerintah secara lisan dan tertulis usulan insentif angkutan umum agar terjadi revitalisasi angkutan umum secara konkrit. Namun sampai saat ini belum ada komitmen dari Pemerintah dalam upaya mengedepan transportasi umum,” ujarnya, Selasa (18/11/2014).
Menurutnya, kenaikan BBM bersubsidi bagi angkutan umum, baik barang maupun penumpang bakal menambah biaya operasional kendaraan.
“Waktu BBM belum dinaikkan, tingkat keterisian penumpang atau barang pada setiap angkutan umum rata-rata mencapai 45% sampai 50%. Apalagi kalau BBM bersubsidi untuk angkutan umum dinaikkan, dan tarif juga turut naik, dipastikan daya beli penumpang akan makin menurun,” jelasnya.
Menurutnya, sebaiknya pemerintah memprioritaskan BBM bersubsidi bagi angkutan umum karena moda transportasi berbasis jalan ini masih dibutuhkan oleh masyarakat luas dibandingkan dengan moda transportasi kendaraan pribadi yang menyedot lebih banyak subsidi BBM.
Mekanisme pemberian subsidi BBM bagi angkutan umum barang dan penumpang, menurutnya, bisa dilakukan dengan cara pemerintah menetapkan stasiun pengisian khusus bagi angkutan plat kuning sehingga tidak bisa diakses oleh angkutan plat hitam.
"Untuk menentukan SPBU mana, pemerintah semestinya melibatkan Organda karena kami yang paham jalur pergerakan angkutan sehingga penentuan SPBU pada jalur pergerakan armada bisa tepat sasaran. Hal ini sudah dipraktikkan di beberapa wilayah di Indonesia seperti di Kalimantan,” tambahnya.
Hal ini, lanjutnya, diperparah dengan kenaikan komponen dan suku cadang serta harga kendaraan yang mencapai 10% hingga 15% karena mayoritas spare part untuk kendaraan bertipe besar harus diimpor lantaran belum bisa diproduksi di dalam negeri.
“Kalau kendaraan jenis kecil, sebagian besar suku cadangnya sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Tapi bagi bus atau truk berukuran besar, mau tidak mau harus diimpor dan sampai saat ini belum ada kebijakan stimulus fiskal untuk itu,” jelasnya.
Karena pemerintah tidka bergeming, lanjutnya, anggota Organda seluruh Indonesia menggelar aksi berhenti beroperasi sebagai wujud keprihatinan tidak adanya perhatian pemerintah kepada angkutan umum jalan raya dan naikknya harga BBM bersubsidi. Padahal, saat ini masyarakat golongan menengah ke bawah paling banyak mengakses angkutan umum.